Rabu, 24 Mei 2017

Penjelasan tentang birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua)



بسم الله الرحمن الرحيم


{ وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً } [الإسراء:23]

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (al-Isra: 23)

وعن أنس قال: سئلَ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم عن الكبائر قال: "الإشراك بالله وعقوق الوالدين، وقتل النفس، وشهادة الزور
Diceritakan dari Anas ra. Beliau berkata “ Rasulullah ditanyakan tentang dosa-dosa besar, Rasulullah saw, menjawab ‘menyekutukan ALLAH, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh seseorang, dan bersaksi palsu’ (al-Hadits)

وفي الصحيح عن أبي بكرة ، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : { ألا أخبركم بأكبر الكبائر ؟ قلنا : بلى يا رسول الله . قال : الإشراك بالله ، وعقوق الوالدين {

Dalam hadits shohih dari Abi Bakrah, Rasulullah saw, bersabda: “maukah kalian aku kabarkan tentang dosa-dosa terbesar dari dosa-dosa besar?, kami (shohabat berkata): “ tentu wahai Rosulullah!”. Rosulullah bersabda lagi: “menyekutukan ALLAH Saw, dan durhaka kepada orang tua”

Berikut ini terdapat suatu cerita yang saya ambil dari internet, entah dari mana saya sudah lupa, namun saya tidak bermaksud melupakan sumber aslinya. Berikut ini ceritanya:

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.

Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,

“Nak, apakah benda itu?”

“Burung gagak”, jawab si anak.

Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat,

“Itu burung gagak, ayah!”
Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat,

“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.

Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah,

“Itu gagak, ayah.” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.

“Ayah!!! Saya tak tahu ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang ayah mau saya katakan????

Itu burung gagak, burung gagak, ayah …..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.
Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan.

Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama.

“Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si ayah.

Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.

“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,

“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”

Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.

“Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.”
Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu. Si ayah dengan perlahan bersuara,
“Hari ini ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.”
Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya
memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.

Kembali pada ayat surah al-Isro di atas, Dalam kitab al-Ahkam wa al-Adab al-Mustafadah di jelaskan bahwa:

أي حكم تعالى وأمر بأن لا تعبدوا إلهاً غيره وقال مجاهد : {وَقَضَى} يعني وصَّى بعبادته وتوحيده
الأحكام والآداب المستفادة من سورة الإسراء - (ج 1 / ص

{وَقَضَى} yaitu ALLAH Swt, berpesan agar menyembah ALLAH Swt, dan bertauhid atau mengesakan-Nya. {وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا أي وأمر بأن تحسنوا إلى الوالدين إحساناً قال المفسرون: قرن الله تعالى بعبادته برَّ الوالدين لبيان حقهما العظيم على الولد لأنهما السبب الظاهر لوجوده وعيشه، ولما كان إحسانهما إلى الولد قد بلغ الغاية العظيمة وجب أن يكون إحسان الولد إليهما كذلك
 artinya dan ALLAH Swt, Memerintahkan kalian untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dengan perbuatan baik yang sebenarnya. Ulama ahli tafsir menjelaskan: ALLAH Swt, mengiringi perintah berbuat baik kepada kedua orang tua setelah perintah untuk menyembah dan mengesakan-Nya, untuk menjelaskan hak kedua orang tua yang begitu besar dari anaknya dengan kata lain sang anak memiliki kewajiban yang besar pada kedua orang tuanya, karena kedua orang tua adalah sebab nyata bagi eksistensi dan pertumbuhan kehidupan sang anak. Ketika kedua orang tua telah memperlakukan anak meereka dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang mencapai puncak, maka sang anak seharusnya berbuat baik kepada keduanya seperti itu pula.
Memang biasanya kedua orang tua tidak pernah minta balasan dan mempertanyakan ganti rugi setelah merawat anak mereka, jika sang anak sukses menjadi sarjana, menjadi dokter, atau menjadi apapun yang telah dicita-citakan sang anak, orang tua tak pernah meminta ganti atas biaya yang telah mereka keluarkan, mereka mungkin hanya bisa bangga atas prestasi sang anak. So, sang anak pun harusnya memperlakukan kedua orang tua mereka sebagaimana kedua orang tuanya memperlakukan anaknya diwaktu kecil hingga tumbuh menjadi orang yang terpandang. Semoga aku dan yang berkenan membaca coretan ini menjadi orang yang sadar dan menyadari… amiin




kisah - ketika Rasulullah tidak pernah lagi tertawa



بسم الله الرحمن الرحيم
Ketika Rasulullah tidak pernah lagi tertawa

Diriwiyatkan dari Abu Hurairah ra, beliau berkata bahwa pada waktu ayat ini turun:
أَفَمِنْ هذا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ * وَتَضْحَكُونَ وَلا تَبْكُونَ *
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?” (An-Najm: 59-60)

Ketika ayat ini turun, ashabussuffah[1] menangis sehingga air mata mengalir membasahi paha-paha mereka. 

Ketika Rasulullah mendengar rintihan mereka, Rasulullah pun menangis bersama mereka, lalu kami pun menangis sebagaimana Rasulullah menangis. Lalu Rasulullah bersabda:

"لا يلج النار من بكى من خشية الله و لا يدخل الجنة مصر على معصية و لو لم تذنبوا لجاء الله بقوم يذنبون فيغفر لهم"
“Tidak akan masuk neraka, orang yang menangis karena takut kepada Allah, dan tidak akan masuk surga, orang yang menetapi maksiat. Seandainya kalian tidak melakukan dosa, niscaya akan Allah datangkan kaum yang berdosa kepada Allah, lalu Allah Mengampuni mereka”[2] (H.R Al-Baihaqi)

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa setelah turun ayat ini, Rasulullah tidak pernah lagi tertawa kecuali hanya tersenyum. Dan beliau tidak pernah lagi terlihat tertawa hingga beliau wafat.[3]


[1] Ashabussuffah artinya adalah orang yang mendiami suffah. Ashabussuffah adalah orang-orang yang mendiami beranda masjid Rasulullah Saw, untuk sementara di Madinah. Menurut tafsir Qurtubi, jumlah mereka kurang lebih 400 orang laki-laki.
[2] شعب الإيمان - البيهقي (1/  489) أخبرنا علي بن أحمد الأهوازي أنا أحمد بن عبيد الصفار حدثنا الكديمي ثنا عبد الله بن الربيع الباهلي ثنا محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال : لما نزلت : { أفمن هذا الحديث تعجبون * وتضحكون ولا تبكون } بكى أصحاب الصفة حتى جرت دموعهم على خدودهم فلما سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم حنينهم بكى معهم فبكينا ببكائه فقال صلى الله عليه و سلم : لا يلج النار من بكى من خشية الله و لا يدخل الجنة مصر على معصية و لو لم تذنبوا لجاء الله بقوم يذنبون فيغفر لهم
[3] فتح القدير الجامع بين فني الرواية والدراية من علم التفسير (5/  168) لما نزلت هذه الآية { أفمن هذا الحديث تعجبون * وتضحكون ولا تبكون } فما ضحك النبي صلى الله عليه و سلم بعد ذلك إلا أن يتبسم ولفظ عبد بن حميد : فما رؤي النبي صلى الله عليه و سلم ضاحكا ولا متبسما حتى ذهب من الدنيا

Penjelasan tentang birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua)

بسم الله الرحمن الرحيم { وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِن...