Selasa, 14 Oktober 2014

tambahan materi PAI Kelas X





Allah memiliki nama-nama yang baik dan indah terdapat dalam AlQuran, nama-nama yang indah dan baik ini disebut dengan Asma'ul Husna. Pengertian Asma'ul Husna terdiri dari 2 kata yaitu Asma berarti nama dan Husna berarti baik atau indah, sehingga bisa diartikan bahwa definisi Asma'ul Husna dan Artinya secara harfiah adalah nama-nama gelar milik Allah yang baik, indah, mulia dan agung sesuai dengan Sifat-sifat Allah.

Nama-nama Allah adalah segala sesuatu yang menunjukkan dzat Allah bersama sifat-sifat kesempurnaan yang terkandung di dalamnya. Seperti 'القادر' (berkuasa), 'العليم' (mengetahui), 'الحكيم' (bijaksana), 'السميع' (mendengar), 'البصير' (melihat). 
Sesungguhnya nama-nama tersebut menunjukkan dzat Allah dan semua sifat yang terkandung di dalamnya, seperti mengetahui, bijaksana, mendengar, melihat. Sebuah nama menunjukkan dua perkara, sedangkan sifat mengandung satu perkara. Dikatakan bahwa nama mengandung sifat, sedangkan sifat merupakan keharusan sebuah nama. 
stilah Asma'ul Husna dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya (Al Quran)

ٱللهُ لا إِلهَ إِلاَّ هُوَ لَهُ الْأَسْماءُ الْحُسْنى
"Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Asmaa'ul Husna (nama-nama yang baik)" (Q.S. Thaha:8).

"Katakanlah (olehmu Muhammad): Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al Asmaa'ul Husna (nama-nama yang terbaik)..." (Q.S Al-Israa': 110)

"Allah memiliki Asmaul Husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu..." (QS. Al-A'raaf : 180).

Jumlah Asmaul Husna ada 99 nama, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, diperkuat dengan hadits riwayat Bukhari.

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah Swt mempunyai 99 nama, yaitu seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya (menghafal seluruhnya) masuklah ia kedalam surga" (HR. Bukhari).

1 Ar Rahman = الرحمن = Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim
الرحيم = Yang Maha Penya= Yang
3 Al Malik
الملك = Yang Maha Merajai/Memerintah
4 Al Quddus
القدوس = Yang Maha Suci
5 As Salaam
السلام = Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min
المؤمن = Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin
المهيمن = Yang Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz
العزيز = Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9 Al Jabbar
الجبار = Yang Maha Perkasa
10 Al Mutakabbir
المتكبر = Yang Maha Megah, = Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaliq
الخالق = = Yang Maha Pencipta
12 Al Baari`
البارئ = Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir
المصور = Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14 Al Ghaffaar
الغفار = Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar
القهار = Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab
الوهاب = Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq
الرزاق = Yang Maha Pemberi Rejeki
18 Al Fattaah
الفتاح = Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim
العليم = Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh
القابض = Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21 Al Baasith
الباسط = Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22 Al Khaafidh
الخافض = Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23 Ar Raafi`
الرافع = Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24 Al Mu`izz
المعز = Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25 Al Mudzil
المذل = Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26 Al Samii`
السميع = Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir
البصير = Yang Maha Melihat
28 Al Hakam
الحكم = Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl
العدل = Yang Maha Adil
30 Al Lathiif
اللطيف = Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir
الخبير = Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim
الحليم = Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim
العظيم = Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur
الغفور = Yang Maha Pengampun
35 As Syakuur
الشكور = Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy
العلى = Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir
الكبير = Yang Maha Besar
38 Al Hafizh
الحفيظ = Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit
المقيت = Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib
الحسيب = Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil
الجليل = Yang Maha Mulia
42 Al Kariim
الكريم = Yang Maha Mulia
43 Ar Raqiib
الرقيب = Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib
المجيب = Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi`
الواسع = Yang Maha Luas
46 Al Hakiim
الحكيم = Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud
الودود = Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid
المجيد = Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its
الباعث = Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid
الشهيد = Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq
الحق = Yang Maha Benar
52 Al Wakiil
الوكيل = Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu
القوى = Yang Maha Kuat
54 Al Matiin
المتين = Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy
الولى = Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid
الحميد = Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii
المحصى = Yang Maha Mengkalkulasi
58 Al Mubdi`
المبدئ = Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid
المعيد = Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii
المحيى = Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu
المميت = Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu
الحي = Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum
القيوم = Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid
الواجد = Yang Maha Penemu
65 Al Maajid
الماجد = Yang Maha Mulia
66 Al Wahiid
الواحد = Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad
الاحد = Yang Maha Esa
68 As Shamad
الصمد = Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir
القادر = Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir
المقتدر = Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim
المقدم = Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir
المؤخر = Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal
الأول = Yang Maha Awal
74 Al Aakhir
الأخر = Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir
الظاهر = Yang Maha Nyata
76 Al Baathin
الباطن = Yang Maha Ghaib
77 Al Waali
الوالي = Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii
المتعالي = Yang Maha Tinggi
79 Al Barri
البر = Yang Maha Penderma
80 At Tawwaab
التواب = Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim
المنتقم = Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww
العفو = Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf
الرؤوف = Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk
مالك الملك = Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Dzul Jalaali Wal Ikraam
ذو الجلال و الإكرام = Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86 Al Muqsith
المقسط = Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii`
الجامع = Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy
الغنى = Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii
المغنى = Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani
المانع = Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar
الضار = Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii`
النافع = Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur
النور = Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 Al Haadii
الهادئ = Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Baadii
البديع = Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96 Al Baaqii
الباقي = Yang Maha Kekal
97 Al Waarits
الوارث = Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid
الرشيد = Yang Maha Pandai
99 As Shabuur
الصبور = Yang Maha Sabar 




1. Al-Karim

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Karim dengan cara berikut: 

a. Berupaya menjadi orang yang dermawan. Orang yang dermawan akan menyedekahkan sebagian harta bendanya untuk kemaslahatan umat atau menolong kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Kenapa demikian? Karena
segala yang kita miliki sebenarnya bukanlah milik kita. Akan tetapi milik Allah yang dititipkan kepada kita. Oleh karena itu, sudah sepantasnya harta kita digunakan untuk kebaikan bersama.
b. Menanamkan sifat mulia dalam diri kita sehingga kita menjadi seorang mukmin yang berakhlak terpuji. Dengan demikian, Allah Yang Maha Mulia akan mencintai kita karena kita menerapkan sifat mulia yang memunculkan kemuliaan.
c. Menanamkan sifat pemurah dalam diri kita. Allah swt sangat mencintai orang yang bersifat pemurah dan Dia membenci orang yang bersifat kikir.
d. Menumbuhkan rasa cinta yang dalam pada diri kita terhadap orang lain secara tulus. Allah sangat mencintai kepada hamba-hamba-Nya dengan memberi kasih sayang yang melimpah. Oleh karena itu, sangatlah pantas jika kita saling mengasihi dan mencintai di antara sesama manusia.
e. Menumbuhkan sifat suka memuliakan tetangga, tamu dan orang lain. Memuliakan tetangga, tamu dan orang lain adalah salah satu lahan yang baik untuk menjalin silaturahmi. Kenapa demikian? Karena dengan memuliakan mereka dapat membukakan pintu-pintu rezeki. Di samping itu, kita akan dimuliakan oleh mereka. Bukankah hal ini merupakan balasan yang setimpal? Dan secara otomatis kita telah melaksanakan perintah Rasulullah saw.
f. Menjadi seorang pemaaf, karena Allah menyukai sifat pemaaf. Sifat pemaaf inilah akan membuat kita menjadi seorang yang hatinya lapang dan merasa semakin ringan jika menghadapi berbagai masalah yang berat. Seorang pemaaf yang mau memaafkan keasalahan orang lain terhadap dirinya termasuk orang yang sangat mulia di hadapan Allah swt. Perlu diketahui bahwa apabila seorang mukmin berkenan ikhlas memaafkan orang lain atas kesalahan yang diperbuatnya, maka derajat kemuliaannya akan ditambah oleh Allah swt. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Tidaklah seseorang memaafkan, melainkan Allah tambah kemuliaannya.”
g. Berupaya menghiasi diri kita dengan keimanan dan ketakwaan agar dapat meraih kemuliaan. Perilaku-perilaku takwa ini akan mendapat balasan yang setimpal berupa kebaikan, kebahagiaan, dan kemuliaan di hadapan Allah dan manusia.

contoh sifat mulia pada Rosulullah



cerita penuh hikmah Nabi Besar Muhammad SAW tentang kemuliaan akhlaknya. “Suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang wanita kafir. Ketika itu baginda bersama beberapa seorang sahabat. Wanita itu membawa beberapa biji buah limau sebagai hadiah untuk baginda.
Cantik nian buahnya. Ranum dan terlihat kuning segar. Siapa pun yang melihat pasti akan tergiur. Baginda pun menerimanya dengan senyuman gembira. Hadian itu dimakan oleh Rasulullah sepotong demi sepotong dengan tersenyum. Beliau menikmati sendirian saja.
Padahal biasanya Rasulullah SAW akan makan bersama para sahabat, namun kali ini tidak. Tidak sepotong pun limau itu diberikan kepada mereka. Rassulullah SAW terus makan. Setiap kali dengan senyuman, hingga habislah semua limau itu. Kemudian wanita itumeminta diri untuk pulang, diiringi ucapan terima kasih dari baginda. Para sahabat keheranan dengan sesuatu yang tidak biasa itu. Lalu mereka pun bertanya. Dengan tersenyum Rasulullah SAW menjelaskan “Sahabatku, tahukah kamu, sebenarnya buah limau itu sangat masam saat saya merarainya kali pertama. Seandainya kalian turu makan bersama, saya khawatir ada di antara kalian yang akan mengernyitkan dahi atau memarahi wanita tersebut. Saya khawatir hatinya akan tersinggung.
Sebab itu saya habiskan semuanya.” Sahabat, begitulah akhlak Rasulullah SAW. Baginda tidak akan mengecil-ngecilkan pemberians seseorang biarpun pemberian itu tidak baik, bahkan dari orang yang bukan islam pula. Beliau akan menjaga perasaan dan memuliakan  setiap yang memberi. Dan apa yang terjadi dengan wanita kafir itu?? Ia pulang dengan hati yang amat kecewa, karena sebenarnya ia bertujuan ingin mempermainkan Rasulullah SAW dan para sahabat dengan hadiah limau masam itu.Rencananya gagal oleh kemuliaan akhlak Rasulullah SAW.

kisah ke-2 

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.
Namun, setiap pagi Rasulullah Muhammad SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari, sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain adalah isteri Rasulullah SAW. Beliau bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?”
Aisyah RA menjawab, “Wahai Ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum Ayah lakukan kecuali satu saja.”
“Apakah Itu?”, tanya Abubakar RA. “Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana”, kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapa kamu?!”
Abubakar RA menjawab, “Aku orang yang biasa (mendatangi engkau).”
“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, bantah si pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.
Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia….”
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

DIANTARA SIFAT-SIFAT MULIA ROSULULLAH

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling tawadhu’ (rendah hati) dan paling jauh dari sifat sombong. Beliau tidak menginginkan orang-orang berdiri saat menyambut kedatangannya seperti yang dilakukan terhadap para raja. Beliau biasa menjenguk orang sakit, duduk bersama orang miskin, memenuhi undangan hamba sahaya, duduk di tengah para sahabat, sama seperti keadaan mereka. Aisyah berkata, “Beliau biasa menambal terompahnya (sandal), menjahit bajunya, melaksanakan pekerjaan dengan tangannya sendiri, seperti yang dilakukan salah seorang di antara kalian di dalam rumahnya. Beliau sama dengan orang lain, mencuci pakaiannya, memerah air susu dombanya, dan membereskan urusannya sendiri.”

Beliau adalah orang yang paling aktif memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan, paling menyayangi dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus pergaulannya, paling lurus akhlaknya, paling jauh dari akhlak yang buruk, tidak pernah berbuat kekejian dan menganjurkan kepada kekejian, bukan termasuk orang yang suka mengumpat dan mengutuk, bukan termasuk orang yang suka membuat hiruk pikuk di pasar, tidak membalas keburukan dengan keburukan serupa tetapi memaafkan dan lapang dada, tidak membiarkan seseorang berjalan di belakangnya, tidak mengungguli hamba sayaha dan pembantunya dalam masalah makan dan pakaian, membantu orang yang justru seharusnya membantu beliau, tidak pernah membentak pembantunya yang tidak beres atau tidak mau melaksanakan perintahnya, mencintai orang-orang miskin dan suka duduk-duduk bersama mereka, menghadiri jenazah mereka, tidak mencela orang miskin karena kemiskinannya.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti tampak berduka, terus menerus berpikir, tidak punya waktu untuk istirahat, tidak berbicara jika tidak perlu, lebih banyak diam, memulai dan mengakhiri perkataan dengan seluruh bagian mulutnya dan tidak dengan ujung-ujungnya saja, berbicara dengan menggunakan kata-kata yang luas maknanya, terinci tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, dengan nada yang sedang-sedang, tidak terlalu keras dan tidak terlau pelan, mengagungkan nikmat sekalipun kecil, tidak mencela sesuatu, tidak pernah mencela rasa makanan dan tidak terlalu memujinya, tidak terpancing untuk cepat-cepat marah jika ada sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, tidak marah untuk kepentingan dirinya, lapang dada, jika memberi isyarat beliau memberi isyarat dengan seluruh telapak tangannya, jika sedang kagum beliau dapat membalik kekagumannya, jika sedang marah beliau berpaling dan tampak semakin tua, jika sedang gembira beliau menundukkan pandangan matanya. Tawanya cukup dengan senyuman, yang senyumnya mirip dengan butir-butir salju.

2. Al-Mu’min


Asmaul husna Al-Mu’min dapat dimaknai Allah sebagai Maha Pemberi rasa aman bagi makhluk ciptaan-Nya dari perbuatan zalim. Allah adalah sumber rasa aman dan keamanan dengan menjelaskan sebab-sebabnya. Dengan memberi rasa aman ini, maka Allah akan menutup jalan-jalan yang menakutkan bagi orang yang beriman kepada-Nya. Kenapa harus ada rasa aman? Karena rasa aman merupakan hal penting bagi manusia untuk menenteramkan hati dan menenangkan pikiran. Seseorang yang berada di tempat-tempat yang menakutkan pasti menginginkan rasa aman. Untuk itulah, permintaan rasa aman itu harusnya ditujukan hanya kepada Allah semata, bukan yang lain. Orang mukmin tidak akan membayangkan memperoleh rasa aman dan keamanan itu melainkan dari Allah SWT.

Setelah manusia mendapatkan rasa aman, maka kewajiban selanjutnya adalah memberi rasa aman kepada orang yang berada di sekitarnya. Dengan demikian, setiap orang yang ketakutan dan mengharap bantuan kepadanya akan tetap merasa aman ketika berurusan dengannya, baik saat dalam urusan agama maupun duniawi, Hal ini sesuai dengan apa yang diajarka oleh Rasulullah saw bahwa orang yang beriman akan menjadikan tetangganya merasa aman dari kejahatan-kejahatannya.
Saat seseorang mampu memberi rasa aman kepada orang lain, maka kelak orang itu akan menjadi orang yang terpercaya. Perlu kita ketahui bahwa tidaklah mudah menjadi orang yang terpercaya karena banyak godaan yang selalu menghadangnya. Meskipun demikian, saat kita berpegang teguh kepada asmaul husna Al-Mu’min, maka kita akan memiliki kepedulian untuk menolong kepada orang lain, hatinya tidak tergerak untuk menolong saudara muslim ketika membutuhkan bantuan.

hal ini sesuai dengan firman ALLAH Swt:

Artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah (5) : 2)
 

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Mu’min dengan cara berikut:

a. Senantiasa mengkampanyekan nilai-nilai kejujuran. Kejujuran adalah suatu sikap apa adanya yang keluar dari hati nurani setiap manusia. Nilai-nilai kejujuran inilah yang menjadi dasar untuk menciptakan kebaikan, kemaslahatan, dan kesejahteraan dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara.

b. Memberi rasa aman kepada orang lain agar kelak menjadi orang yang terpercaya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara hidup jujur, menepati janji, memelihara amanat, dan tidak berkhianat. Sehingga kita dapat memberikan rasa aman terhadap sesama manusia. Selain itu, kita tidak akan berbuat zalim kepada orang lain.

c. Memiliki kepedulian untuk menolong kepada orang lain atau hati kita tergerak untuk menolong saudara muslim ketika membutuhkan bantuan, maka kita juga akan memberi rasa aman kepada mereka sehingga kita memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh orang mukmin.

d. Membina kehidupan yang tenang dengan tidak membuat onar, perkelahian, pertengkaran, tawuran, dan segala bentuk perbuatan yang meresahkan masyarakat. Hendaklah lisan dan tangan kita serta segala tindakan kita harus menimbulkan rasa aman bagi diri kita dan orang lain.

Menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan keselamatan saat terjadi kecelakaan atau bencana alam. Dengan demikian, kita dapat membantu mereka untuk keluar dari bahaya dan berupaya meringankan penderitaannya.

f. Mau meminta perlindungan kepada Allah. Kenapa demikian? Karena pada dasarnya manusia adalah lemah. Mereka kebanyakan takut terkena penyakit, miskin, kelaparan dan kehausan, bahkan takut tertimpa keburukan yang besar. Dengan rasa takut inilah kita memohon perlindungan dan pertolongan dari Allah.

g. Menjaga iman kita hingga meninggal dunia. Kenapa demikian? Tiada suatu pun dalam kehidupan ini yang lebih berharga bagi kita daripada iman. Dengan bekal iman yang benar, kita bisa merasakan indahnya kehidupan dunia dan nikmatnya kehidupan akhirat. Sebab orang yang mati dengan tetap memegangi imannya, maka ia akan masuk surga dengan segala keindahannya, dan orang yang mati dengan tidak memiliki iman, maka kelak ia akan masuk neraka dengan segala kepedihannya.

h. Berusaha menjadi orang mukmin yang bertakwa. Harus kita sadari bahwa Allah kelak akan menuntut dan memberi keadilan kepada setiap umat manusia. Semuanya akan dibuka dengan sebenar-benarnya. Perbuatan baik dan buruknya seseorang, meskipun sangat kecil akan diketahui. Jadi, jika kita selama di dunia benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah, tentu kenikmatan yang besar dan abadi akan kita peroleh. Tetapi apabila keburukan yang selalu kita perbuat, siksalah yang akan selalu menemani kita. Oleh karena itu, langkah terbaik kita adalag berupaya untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.

i. Menjadi orang yang terpercaya. Untuk menjadi orang yang terpercaya tidaklah mudah, banyak godaan yang selalu menghampirinya. Tetapi jika kita mampu meneladani sifat Allah Al-Mu’min dan menjadikannya pedoman bagi kita dalam bersikap dan bertindak serta sebagai penunjuk jalan untuk berusaha menjadi orang yang terpercaya, maka kita kelak akan menjadi orang yang terpercaya.

contoh perlindungan ALLAH Azza wa Jalla terhadap Rosulullah



PERJALANAN MENUJU MADINAH DAN KISAH SURAQAH

Setelah berdiam diri di gua Tsûr selama tiga hari, penunjuk jalan yang disewa Abu Bakar Radhiyallahu anhu datang menyusul mereka sembari membawa dua tunggangan yang telah dipersiapkan Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Bersama mereka, ikut juga seorang budak milik Abu Bakar yang bernama Amir bin Fuhairah. Kemudian, empat orang ini memulai perjalanan menuju Madinah melalui daerah pinggiran. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan dengan tenang, dan lisannya tidak berhenti berdzikir menyebut asma Allah Azza wa Jalla seraya terus berdoa. Lain halnya dengan Abu Bakar Radhiyallahu anhu, ia seolah selalu gelisah, sering menolehkan kepalanya, karena rasa khawatir dan sangat menginginkan keselamatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saat tiba waktu untuk istirahat siang pada hari itu dan suasana jalan sepi, Allah Azza wa Jalla meninggikan sebuah dataran sehingga memiliki bayangan. Mereka singgah di balik dataran tinggi ini. Abu Bakar Radhiyallahu anhumeratakan tanah dengan tangannya dan menggelar alas sebagai tempat istirahat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia pun mempersilahkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam beristirahat di tempat yang telah dipersiapkan itu. Kemudian Abu Bakar Radhiyallahu anhukeluar melihat-lihat keadaan.
Pada saat hampir bersamaan, ada seorang penggembala menuju tempat mereka tersebut dengan tujuan yang sama untuk berteduh. Abu Bakar Radhiyallahu anhumenanyai orang ini, sehingga ia tahu bahwa penggembala ini penduduk Makkah. Sang penggembala mengidzinkan mereka mengambil susu salah seekor dari kambing gembalaannya, kemudian mereka melanjutkan perjalanan.
Selama dalam perjalanan, Abu Bakar Radhiyallahu anhusenantiasa bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas tunggangannya. Apabila ada yang bertanya tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjawab:
هَذَا الرَّجُلُ يَهْدِينِي السَّبِيلَ قَالَ فَيَحْسِبُ الْحَاسِبُ أَنَّهُ إِنَّمَا يَعْنِي الطَّرِيقَ وَإِنَّمَا يَعْنِي سَبِيلَ الْخَيْرِ
“Orang ini menunjukkan jalan untukku”. Anas bin Malik (sahabat yang meriwayatkan hadits ini) berkata: "Sehingga si penanya mengira yang dimaksudkan adalah pemandu perjalanan, padahal yang diinginkan oleh Abu Bakar adalah jalan kebaikan".
Pada waktu lainnya, Abu Bakar Radhiyallahu anhumenoleh ke arah belakang, tiba-tiba terlihat ada seseorang tengah berusaha menyusul mereka. Ternyata, ia adalah Surâqah bin Mâlik, salah seorang yang ingin memenangkan sayembara dan ingin mendapatkan hadiah yang disediakan oleh orang-orang kafir Quraisy bagi siapa saja yang berhasil menemukannya dan berhasil membawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke Makkah.
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri dari Surâqah bin Mâlik, saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta rombongan melintasi pemukiman Bani Mudlaj, salah seorang penduduk pemukiman ini melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongannya. Kemudian orang ini bergegas mendatangi kaumnya yang sedang berkumpul, di antara mereka adalah Surâqah.
Orang yang melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini berkata: “Wahai Surâqah, aku tadi melihat beberapa orang di pinggiran, mungkin itu Muhammad n dan para sahabatnya”. Surâqah menceritakan dirinya setelah mendengar berita ini: “Saya yakin, orang-orang itu adalah mereka (namun) saya mengatakan kepada yang membawa berita 'mereka itu bukan Muhammad dan para sahabatnya, tapi mereka adalah si anu dan anu yang baru saja melintas di hadapan kami”.
Inilah siasat Surâqah supaya berhasil memenangkan sayembara dan mendapatkan hadiah. Dia pun tetap di tempat duduknya beberapa saat. Kemudian ia bangkit dan masuk rumah. Dia menyuruh budaknya agar mengeluarkan kudanya dari belakang. Sejuruh kemudian dia pun mempersenjatai diri dan keluar menghampiri kudanya yang telah dipersiapkan oleh budaknya di tempat yang tersembunyi.
Dipaculah kudanya memburu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongannya. Begitu berhasil mengejar orang yang diinginkan dan kudanya semakin mendekati rombongan tersebut, tiba-tiba kuda tunggangannya terjerembab, dan ia pun terlempar dari punggung kuda.
Surâqah kemudian mengambil beberapa mata tombak untuk mengundi keputusannya. Ini merupakan kebiasaan kaum jahiliyah sebelum melaksanakan sesuatu. Dia melakukan undian untuk mengetahui, apakah perburuan itu tetap diteruskan ataukah tidak?
Ternyata, hasil undian tidak sesuai yang diinginkan oleh nafsunya. Maka, ia pun mengingkari undian yang dilakukannya sendiri. Diraihlah kudanya dan memacunya lagi memburu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongannya yang sudah berada di depan mata.
Ketika berhasil mencapai tempat yang memungkinnya untuk mendengar doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kedua kaki kudanya tertancap ke dalam tanah sampai sebatas lututnya. Diapun turun dan menghardik kudanya, sehingga kuda itu bangkit kembali. Saat kudanya mencabut kakinya yang tertanam, memancarlah cahaya dari bekas kaki kuda itu.
Dengan peristiwa ini, Surâqah merasa yakin jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlindungi dan akan mendapatkan kemenangan. Dia pun akhirnya memanggil mereka dan berjanji tidak akan mengganggunya lagi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongan berhenti. Surâqah menghampiri dan menceritakan kejadian yang dialaminya kepada mereka. Surâqah bercerita:
وَوَقَعَ فِي نَفْسِي حِينَ لَقِيتُ مَا لَقِيتُ مِنْ الْحَبْسِ عَنْهُمْ أَنْ سَيَظْهَرُ أَمْرُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ قَوْمَكَ قَدْ جَعَلُوا فِيكَ الدِّيَةَ وَأَخْبَرْتُهُمْ أَخْبَارَ مَا يُرِيدُ النَّاسُ بِهِمْ وَعَرَضْتُ عَلَيْهِمْ الزَّادَ وَالْمَتَاعَ فَلَمْ يَرْزَآنِي وَلَمْ يَسْأَلَانِي إِلَّا أَنْ قَالَ أَخْفِ عَنَّا

Setelah kejadian apa yang aku alami, yaitu tidak berhasil menyentuh mereka, terbetik dalam hatiku bahwa perkara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini akan menang. Aku berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya kaummu telah menjanjikan tebusan untuk dirimu”. Aku juga memberitahukan tentang keinginan banyak orang berkaitan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongannya. Aku menawarkan bekal dan barang-barang, namun keduanya (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu) tidak menanggapi tawaranku, dan juga tidak menanyaiku. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berseru: "Rahasiakan tentang kami". [HR Imam Bukhâri]
Lalu Surâqah meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar membuatkan untuknya surat jaminan keamanan, dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memenuhi permintaannya. Disuruhlah Amir bin Fuhairah menuliskannya di atas sepotong kulit.
Setelah perjumpaannya dengan Surâqah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali melanjutkan perjalanan hijrahnya. Selama dalam perjalananan ini banyak mengalami kejadian luar biasa yang membuktikan kebenaran kenabian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Bukhâri rahimahullah juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Bakar Radhiyallahu anhu, ia Radhiyallahu anhu berkata: “Kami berangkat menuju Madinah, sementara banyak orang yang mencari kami. Tidak ada seorangpun yang berhasil menemukan kami kecuali Surâqah bin Mâlik bin Ju’syum yang menyusul dengan kudanya. Aku berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : 'Orang ini berhasil menemukan kita, wahai Rasulullah!” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyahut: 'Jangan bersedih, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla bersama kita'.”
Imam Bukhâri rahimahullah juga meriwayatkan sebuah hadits dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu yang menjelaskan sebagian peristiwa ini. Setelah Surâqah gagal dengan apa yang menjadi keinginannya, ia berkata :
يَا نَبِيَّ اللَّهِ مُرْنِي بِمَا شِئْتَ قَالَ فَقِفْ مَكَانَكَ لَا تَتْرُكَنَّ أَحَدًا يَلْحَقُ بِنَا قَالَ فَكَانَ أَوَّلَ النَّهَارِ جَاهِدًا عَلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ آخِرَ النَّهَارِ مَسْلَحَةً لَهُ
"Wahai Nabiyullah, perintahkan aku semaumu!" Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Tetaplah kamu di tempatmu. Jangan engkau biarkan satu orangpun menyusul kami".
Anas berkata: "Sehingga Surâqah menjadi orang yang memerangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat pagi hari dan (pada) sore harinya menjadi senjata yang melindunginya".
Adapun surat jaminan keamanan yang diminta Surâqah tetap dipeliharanya sampai ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembari membawa surat itu. Setelah perang Hunain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memenuhi janjinya kepada Surâqah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hari ini, adalah hari menepati janji dan hari berbuat baik,” dan pada hari itu juga, Surâqah menyatakan keislamannya.
Apa Yang Bisa Dipetik Dari Kisah Di Atas?
Semua mukjizat yang diperlihatkan Allah Azza wa Jalla dalam perjalanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Madinah, sebagaimana juga mukjizat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain merupakan wujud untuk memuliakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mukjizat ini juga menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla senantiasa menolongnya, dan menjadikan agamanya mendapatkan kemenangan. (Ustadz Ahmad Nusadi).
Diringkas dari kitab as-Sîratun-Nabawiyah fi Dhau`il Mashâdiril-Ashliyyah, halaman 277-281.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Abu Jahal adalah seorang paman Rasulullah yang sangat jahat, yang selalu berusaha untuk menyakiti Rasulullah dan bahkan dia berusa untuk membunuh dan mencelakai Rasulullah Pada suatu hari Abu Jahal mengirim utusan kerumah Rasulullah untuk memberi kabar bahwa dia lagi sakit, Sebagi keponakan yang baik Belaiau pun pergi untuk menjenguk pamannya. Saat Rasulullah berjalan pergi, pamannya pun menyiapkan jebakan untuk Menjebakan untuk menjebak Rasulullah. Ia pun membuat lobang didepan pembaringannya, yang didalamnya sudah dipasang rancung, dan diatasnya ditutup dengan permadani, yang dimaksud untuk menjebak Rasulullah saw. Namun Rasulullah bukan manusia biasa Beliau adalah manusia pilihan  Allah yang akan selalu dilindungi-Nya. 
Dongeng sebelum tidur "Senjata makan tuan"
Ketika Rasulullah mulai masuk kedalam kamar pamannya, Beliau merasa aneh karena pamanya merintih-rintih tidak wajar karena berlebih-lebihan, dan wajahnya terlihat cerah tidak seperti orang yang lagi sakit, sehingga membuat Rasulullah menjadi curiga pamannya telah membuat jebakan untuknya. Karena itulah begitu Nabi hampir menginjak jebakan tersebut, Beliau segera permisi meninggalkan  pamannya. Sehingga pamannya terkejut melihat kepergian Nabi Muhammad Saw. Dan ia pun terbangun dan memangil-manggil Rasulullah. Namun Nabi tidak menghiraukannya dan terus saja pergi, sehingga Pamannya  Abu Jahal bangun untuk mengejar Rasulullah, ia terlupa pada perangkap yang telah dibuatnya sendiri, sehingga ia terjatuh kedalam perangkap yang telah dibuatnya sendiri, iapun luka yang cukup parah akibatnya. Abu Jahal yang awalnya hanya pura-pura sakit kini ia benar-benar sakit.
 


3. Al-Wakil

Asmaul husna Al-Wakil mempunyai arti Yang Maha Pemelihara atau Yang Maha Tepercaya. Allah memelihara dan menyelesaikan segala urusan yang diserahkan oleh hamba kepada-Nya tanpa membiarkan apapun terbengkalai. Allah mengurus segala urusan hamba-Nya dan memudahkan segala yang dibutuhkan oleh mereka. Dia sebagai tempat segala perkara/persoalan diwakilkan atau dipercayakan kepada-Nya.
Jika sudah diketahui demikian, maka hendaknya manusia menyerahkan segala urusan (bertawakal) kepada-Nya, sebab Dialah sebaik-baik yang diserahi urusan. Allah-lah wakîl yang paling dapat diandalkan karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah adalah sebaik-baik wakil yang layak dimintai pertolongan. Allah adalah wakil sebaik-baik pengharapan. Ketika kita menjadikan Allah sebagai wakil mengandung maksud menyerahkan segala persoalan kepada-Nya, tentunya setelah usaha penuh kesungguhan. Kepantasan ini dapat kita pahami dari firman Allah berikut.

Artinya : “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. AR-Rahman (55) : 29)

Orang yang mempercayakan segala urusan atau berserah diri (bertawakal) kepada Allah, akan memiliki kepastian bahwa semua akan diselesaikan dengan sebaikbaiknya oleh Allah. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh hamba yang benar-benar beriman dan merasa yakin bahwa Allah-lah satu satunya yang dapat dipercaya oleh para hamba-Nya. Yang dimaksud dengan berserah diri (bertawakal) ialah menyerahkan diri seutuhnya untuk diatur oleh Allah. Menyerahkan diri kepada Allah bukanlah berarti mengabaikan usaha. Namun kita harus berusaha terlebih dahulu dengan sekuat kemampuan yang ada.

Hikmah lain dari sikap tawakal yaitu mendorong tumbuhnya kesiapan mental dalam menghadapi ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan. Ruh dari kesiapan mental ini adalah keyakinan bahwa Allah saja yang menentukan segalanya. Ingatlah bahwa sesuatu yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah. Yang baik dalam pandangan Allah, sudah tentu baik bagi kita meskipun kita sendiri tidak menyadarinya. Oleh karena itu, kita harus senantiasa berbaik sangka kepada Allah.

Dengan demikian, jika kita bertawakal kepada Allah berarti menjadikan Allah sebagai wakil dalam menghadapi persoalan hidup yang tengah kita hadapi, baik persoalan menyangkut kehidupan keluarga, ekonomi, kehidupan bertetangga dan bersosial, maupun persoalan dalam menghadapi musibah.

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Wakil dengan cara berikut:

a. Melakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan diniatkan untuk mencari ridla Allah. Pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka insyaallah hasilnya akan maksimal dan memuaskan.

b. Menjalankan amanat yang diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya. Setiap amanat dan tanggung jawab yang diberikan kepada kita selain dimintai pertanggungjawaban dari Allah. Dengan demikian, jika amanat itu dapat kita laksanakan dengan baik, maka kelak pertanggungjawabannya akan ringan daripada jika kita mengabaikan atau mengkhianati amanat tersebut.

c. Menghindari kemalasan dan menumbuhkan sifat bekerja keras, tekun dan ulet. Orang-orang yang mempunyai semangat yang tinggi dalam bekerja keras, tekun dan ulet akan diberikan kemudahan dalam berupaya. Hal ini menandakan bahwa ia telah menerapkan sikap dan perilaku tawakal kepada Allah. Bukankah Allah menyukai orang-orang yang tawakal dan membenci orang yang malas.

d. Memasrahkan semua urusan kepada Allah setelah berusaha dan berdoa. Orang-orang yang mau menyerahkan diri segala urusannya akan diberikan ketenangan hidup dan dihindarkan dari rasa ketakutan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan cobaan.

e. Menanamkan tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas kita. Jika kita mengaku sebagai pelajar, maka kita bertanggung jawab untuk selalu belajar dan menuntut ilmu hingga akhir masa.

f. Berupaya untuk memelihara kesucian diri. Menjaga kesucian diri adalah wajib bagi setiap orang yang beriman. Ini merupakan pedoman agar kita bisa mempertahankan kesucian diri.

g. Mau berintrospeksi diri dari sikap dan perilaku yang kita lakukan. Dalam hidup kita tidak terlepas dari perbuatan yang buruk atau kesalahan yang telah kita lakukan. Tapi terkadang kita tidak pernah menyadari perbuatan itu. Maka kita perlu introspeksi diri dan segera bertobat. Karena Allah memerintahkan kita agar selalu memperhatikan apa yang kita kerjakan sebagai bekal kehidupan di akhirat. Hikmah dari introspeksi diri ini adalah memperbaiki diri kita, menghilangkan sifat sifat buruk dan merubahnya menjadi perilaku terpuji.

sikap tawakkal Rosulullah sebagai implementasi sifat al-Wakil



Nabi Saw, sebagai suri tauladan utama tentu sudah sepantasnya kita jadikan panutan. Beliau menjadi contoh utama dan peratama ketika melakukan suatu perbuatan. Penutup para Nabi ini tentu telah member banyak teladan.

Beliau senantiasa bertawakkal kepada ALLAH Swt. Tentu bukan tawakal yang pasrah dan berdiam diri. Beliau tawakal yang diiringi oleh do’a dan ikhtiar.
Beliau berdagang untuk mencari rizki. Beliau tidak pernah berpangku tangan menunggu datangnya makanan dari langit. Beliau tidak menunggu belas kasihan para shahabat. Bahkan beliaulah orang yang paling banyak bersedekah.
Ketika ALLAH Swt, Memberi beliau cobaan dengan kekurangan makanan, beliau tidak pernah mengeluh dan menerima semua itu dengan ikhlas sambil tetap berikhtiar. Saat beliau harus berperang menghadapai kaum kafir, Nabi menjadikan tawakal sebagai tameng utamanya. Nabi tetap berusaha menyiapkan strategi perang terbaik. Semua tetap dipersiapkan dengan maksimal, dan Nabi menyertakan ALLAH Swt dengan senantiasa berdo’a.
 


4. Al-Matiin

 Asmaul husna Al-Matin berarti bahwa Allah Maha Sempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya, tidak akan Allah melemahkan suatu sifat-Nya. Allah juga Maha Kukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya. Oleh karena itu, sifat Al-Matin adalah kehebatan perbuatan yang sangat kokoh dari kekuatan yang tidak ada taranya. Jadi, kekukuhan Allah tidak terkalahkan dan tidak tergoyahkan. Siapakah yang paling kuat dan kukuh selain Allah? Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menundukkan Allah meskipun seluruh makhluk di bumi ini bekerjasama.

Dengan demikian, ketika Allah bersikukuh dalam memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya, maka tidak ada apapun yang dapat menghalangi rahmat ini untuk sampai kepada hamba-Nya yang telah dikehendakinya. Demikian juga tidak ada kekuatan yang mampu mencegah azab-Nya jika Allah ingin menurunkan azab kepada seseorang atau kelompok tertentu. Kemurkaan dan azab-Nya akan mengenai sasaran tanpa meleset sedikitpun. Seorang hamba harus mengharapkan agar semua kebaikan dan keindahan datang dari Allah SWT dan hanya takut kepada azab Allah SWT.
Apabila kita bersikap dan berperilaku benar dalam menjalani kehidupan di dunia ini, maka Allah akan menolong kita. Akan tetapi, apabila kita salah dalam menjalani kehidupan ini, maka keputusan Allah untuk mengazab atau memasukkan kita ke neraka tidak bisa diubah. Apabila seseorang itu paham bahwa Allah itu Maha Kokoh, maka dia akan berhati-hati dalam hidup ini serta berusaha untuk mencukupi segala persyaratan yang bisa menyelamatkannya dari azab Allah dan api neraka. Artinya, sikap kita dalam menyikapi Al-Matin ini adalah harus bersungguh-sungguh untuk bisa memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Allah. Apa syarat-syarat tersebut? Melaksanakan rukun iman dan rukun Islam adalah kunci dasar dalam memenuhi syarat tersebut.
Perlu kita yakini bahwa kelak di alam akhirat, segala keputusan Allah bersifat kokoh dan tidak ada satu pun makhluk Allah yang mampu mengubahnya. Dengan demikian, apabila Allah telah memutuskan bahwa kita termasuk penghuni surga, maka kita akan dimasukkan ke dalam surga-Nya dan tidak ada satupun yang mampu mengubahnya. Hal ini dikarenakan bahwa di dalam memutuskan segala sesuatu, Allah tidak perlu bermusyawarah dengan makhluk-makhluk-Nya. 
Di samping itu, Allah telah mempertimbangkan seluruh keputusan-keputusan-Nya dengan segenap pertimbangan yang matang dan dihadirkan saksi-saksi, bukti-bukti, serta catatan-catatan, sehingga Allah telah menetapkan keputusan-Nya secara tepat dan benar. Oleh karena itu, kita mulai sekarang harus segera berbenah diri untuk bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan syariat agama Islam, salah satunya dengan meneladani asmaul husna Al-Matin. Dalam meneladani Al-Matin ini kita dapat lakukan dengan cara beristiqamah (meneguhkan pendirian), beribadah dengan kesungguhan hati, tidak tergoyahkan oleh bisikan menyesatkan, terus berusaha dan tidak putus asa, serta bekerjasama dengan orang lain sehingga menjadi lebih kuat. Nah, jika kita melalaikan Al-Matin ini, maka akan dikuatirkan bahwa kita tidak mendapat kesempatan lagi dalam menerima keputusan Allah yang baik agar kelak mendapat nikmat di surga.

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Matiin dengan cara berikut:

a. Menerapkan sikap disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa demikian? Karena kunci sukses dalam hidup adalah sikap disiplin yang kita wujudkan dalam berbagai bidang kehidupan kita. Tanpa disiplin yang tinggi mustahil sebuah kesuksesan bisa diraih. Menerapkan sikap disiplin memang sulit. Disiplin bisa dijalankan oleh setiap individu apabila ia ikhlas dan ridla menjalankannya.

b. Beribadah dengan kesungguhan hati, tidak tergoyahkan oleh bisikan setan atau iblis menyesatkan. Setan atau iblis sangat tidak suka jika ada hamba Allah yang ikhlas, khusyuk, dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah. Oleh karena itu, kita harus berupaya keras untuk tetap bersemangat dalam beribadah tanpa harus tergoda oleh bujuk rayu setan.

c. Terus berusaha dan tidak putus asa dalam berusaha dan menghadapi cobaan. Semangat inilah akan memberikan jalan atau solusi untuk mencapai harapan dan cita-cita serta bersemangat untuk selalu keluar dari cobaan.

d. Bekerja sama dengan orang lain sehingga menjadi lebih kuat. Saat kita tidak mampu berusaha secara sendirian, maka langkah terbaik adalah menjalin kerjasama dengan orang lain sehingga dapat memberikan kekuatan baru dalam berupaya dan mencapai keinginan yang lebih baik.

e. Memenuhi kebutuhan pribadi secara mandiri. Dengan sifat mandiri inilah kita tidak akan bergantung kepada orang lain. Di samping itu, sifat mandiri akan mengantarkan kita kepada diri yang kuat dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin rumit dan berat.

f. Tidak menggantungkan kepada selain Allah dalam memenuhi kebutuhan. Hal ini dilatarbelakangi karena segala sesuatu yang diberikan kepada kita adalah berasal dari Allah. Untuk itulah, dengan bersandar pada Allah Yang Maha Kokoh, akan membuat kita menjadi lebih kuat, tangguh, dan hebat.

g. Berusaha menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk hal-hal yang diridlai Allah. Setiap manusia diberikan kekuatan dan kemampuan yang berbeda-beda. Untuk itulah, kekuatan dan kemampuan yang ada dalam kita hendaknya digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat sehingga kita mendapat ridla Allah.

perilaku Rosulullah yang mencerminkan al-Matin



Pada masa-masa awal dakwah Rasulullah SAW di Mekkah, terjadi kegelisahan di antara kaum Quraisy akibat syiar Islam yang gencar disampaikan Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah SAW ditakdirkan Allah SWT berada di bawah lindungan pamannya, Abu Thalib, yang merupakan salah satu tokoh Quraisy yang disegani.

Demi tujuan melenyapkan cahaya Islam, akhirnya kaum kafir Quraisy pun bersepakat untuk membunuh Rasulullah SAW. Namun, sebelum melakukannya, mereka berusaha menjumpai Abu Thalib terlebih dahulu. Suatu saat para pembesar Quraisy datang kepada Abu Thalib. Mereka lalu mengatakan, “Keponakan anda mencaci-maki sesembahan dan agama kami, menyebut kami orang-orang jahil (bodoh). Dia juga mengatakan bahwa nenek moyang kami adalah orang-orang sesat. Sekarang hukum dia atau biar kami yang melakukan. Kami tidak bisa bersabar lagi menghadapinya.”
Abu Thalib menyadari situasi gawat yang dihadapinya. la memanggil keponakan tercintanya dan menceritakan semua yang dikatakan oleh para pembesar Quraisy. la berkata, “Jagalah dirimu dan diriku dan jangan membebaniku dengan sesuatu yang melebihi kemampuanku.”
Mendengar hal itu, dengan tenang dan teguh hati, Rasulullah SAW menjawab, “Walaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku berpaling dari risalah yang aku bawa, aku tidak akan berhenti sampai Allah SWT mengantarkan aku pada kejayaan Islam atau aku binasa karenanya.
Tersentuh oleh nada tinggi dari jawaban keponakan tersayangnya, Abu Thalib menjawab, “Lakukan apa yang ingin kamu lakukan! Demi Tuhan Pemelihara Ka’bah, aku tidak akan menyerahkanmu pada mereka.”
……..
Sungguh luar biasa keteguhan hati Rasulullah SAW. Beliau hanya takut pada Allah SWT semata, padahal saat itu pengikutnya masih sedikit sekali. Jangan sampai kita sia-siakan pengorbanan beliau, apalagi sampai mengorbankan keimanan kita untuk sekedar alasan dunia semata. Allahuma shalli ‘ala sayyidina Muhammad.
 


5. Al-Jami’

Asma Allah Al-Jami’ berasal dari kata jama’a yang berarti mengumpulkan segala sesuatu yang tersebar. Berdasarkan arti tersebut, Allah SWT yang mempunyai asma Al-Jami’ yang berarti Maha Mengumpulkan mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Kemampuan Allah SWT tersebut tentu tidak terbatas sehingga Allah mampu mengumpulkan segala sesuatu baik yang serupa maupun yang berbeda, yang nyata maupun yang ghaib, yang terjangkau oleh manusia maupun yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, dan lain sebagainya.

Kemampuan Allah SWT untuk mengumpulkan segala sesuatu tersebut menandakan bahwa Allah adalah Dzat yang sangat luar biasa, yang tidak ada tandingannya di dunia ini. Ini merupakan salah satu bukti bahwa kekuasaan Allah SWT adalah mutlak. Coba kalian bayangkan! Jika Allah tidak punya asma Al-Jami’, tentu segala sesuatu yang ada di langit dan bumi ini akan berserakan dan tersebar tidak beraturan, bukan?

Akan tetapi, karena Allah mempunyai asma Al-Jami’, isi alam semesta ini yang berupa ruang angkasa, galaksi, gugusan bintang, bumi, lautan, tumbuhan, hewan, manusia, dan makhluk lainnya dapat terkumpul dengan tertib dan rapi. Benda-benda di langit dan di bumi mampu terkumpul dan beredar sesuai dengan tugasnya masing-masing atas perintah Allah SWT. Allah SWT juga mampu mengumpulkan makhluk-makhluk seperti kita, manusia, hewan serta tumbuhan berkelompok-kelompok. Manusia dikelompokkan dengan suku-suku dan bangsa-bangsa tertentu, sedangkan tumbuhan dan hewan dikelompokkan dari kingdom sampai spesies tertentu. Begitu juga dengan makhluk-makhluk lain seperti jin, iblis, dan malaikat. Allah SWT yang mempunyai asma Al-Jami’ mampu mengumpulkan jin-jin, para iblis, dan para malaikat sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Dia juga mampu mengumpulkan tulang, urat, keringat, darah, otot, dan organ-organ lainnya hingga terhimpun menjadi makhluk yang sempurna seperti manusia.

Hal lain yang sangat penting yang berkaitan dengan asma Allah Al-Jami’ adalah Allah SWT akan mengumpulkan serta menghimpun segala amal ibadah, pahala, maupun dosa setiap hamba-Nya. Allah SWT juga akan mengumpulkan seluruh umat manusia di hari kiamat untuk dimintai pertanggungjawaban atas hidupnya selama di dunia. Kekuasaan Allah SWT untuk mengumpulkan manusia di hari akhir ini berarti

juga bahwa Allah SWT sangat mampu mengumpulkan bagian-bagian tubuh manusia sesudah ia bercerai-berai, dan Allah pula lah yang akan membangkitkan mereka kembali, serta menghimpun mereka di padang mahsyar.
Pernahkah kalian membayangkan, bagaimana mungkin jasad manusia yang sudah hancur dan tersisa tulang-belulangnya saja, bahkan ada yang sampai menjadi abu karena dibakar, seperti yang dilakukan masyarakat Bali dalam upacara Ngaben, bisa dikumpulkan lagi di hari akhir untuk dimintai pertanggungjawaban? Bagaimana juga dengan jasad-jasad korban tenggelam di laut dan korban kecelakaan udara yang serpihan-serpihannya tidak jelas ada dimana? Apa mungkin bisa dikumpulkan lagi di padang mahsyar? Tentu sangat mungkin. Kekuasaan Allah SWT yang tidak terbatas akan mengumpulkan mereka di hari akhir dengan sangat mudah sekali. 

Mahasuci Allah yang telah menciptakan makhluk yang berbeda-beda kemudian
mengumpulkannya di jagad raya dan menjadikan makhluk-makhluk itu saling melengkapi. Mari kita renungkan, komponen-komponen yang berbeda kemudian dikumpulkan dan dirangkai pada akhirnya bisa menjadi kendaraan yang dapat berfungsi. Berbagai bumbu dan bahan makanan yang ketika berdiri sendiri tidak enak, kemudian diramu oleh seorang chef menjadi sebuah menu masakan yang lezat.

Demikianlah kehidupan ini, setiap orang itu memiiki kemauan, prinsip, atau pilihan yang berbeda-beda. Jika perbedaan ini disatukan dalam sebuah harmoni, maka akan menjadikan hidup lebih indah dan lebih berwarna. Dalam hal ini sungguh luar biasa ide dari the founding father bangsa kita yang menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia.



Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Jamii’ dengan cara berikut:
a.     Mau bekerjasama dengan orang lain Tidak ada satu masalah pun yang tidak bisa diselesaikan dengan kerjasama. Sesulit apapun masalah pasti bisa diselesaikan dengan kerjasama/musyawarah. Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan oleh Allah untuk bekerjasama.
b.     Hidup berdampingan secara harmonis dengan sesama manusia dan makhluk Allah yang lain. Kita sebagai makhluk sosial harus menyadari bahwa kehidupan kita membutuhkan orang lain dan makhluk Allah yang lainnya. Untuk itulah, sudah sepantasnya kita harus menjalin hidup dengan mereka secara harmonis dan tanpa merusak atau menyakitinya.
c.     Menjaga pergaulan yang baik. Hal ini dapat kita lakukan dengan cara memilih teman dan sahabat yang bisa membawa pada kebaikan. Teman atau sahabat yang baik akan memberikan bimbingan dan motivasi bagi kita untuk selalu berbuat baik dan memperbaiki diri.
d.     Memperbanyak silaturahim. Dengan sering bersilaturahmi akan memberikan manfaat yang begitu besar bagi kita, di antaranya dapat membuka pintu rezeki, memperpanjang umur, dan memberikan solusi atas permasalahan yang kita hadapi.
e.     Tidak berbuat sombong terhadap makhluk Allah di dunia ini, tetapi saling bekerja sama untuk menggapai ridla Allah. Sikap rendah hati yang kita tunjukkan kepada orang lain akan membawa rasa penghargaan, penghormatan, dan kemuliaan yang tinggi. Sedangkan kesombongan yang kita tunjukkan kepada orang lain akan merendahkan kita dan membuat kita menjadi terasing. 

kisah Rosulullah yang bermusyawarah dengan para shahabat:



Suatu ketika, bangsa Quraisy secara terbuka mengajak berperang umat Islam. Padahal, waktu itu jumlah umat Islam tidak sebanding dengan bangsa Quraisy, dan Rasulullah pun belum pernah terlibat dalam peperangan.

Hal itu kemudian membuat Rasulullah membuat musyawarah untuk memutuskan apakah umat Islam harus berperang atau tidak. Rasulullah kemudian mengumpulkan para pemimpin Islam dan membuka musyawarah.
"Sesungguhnya, kaum Quraisy telah keluar dari Mekkah dengan bersusah payah dan dengan secepat-cepatnya, maka dari itu, manakah yang lebih kalian sukai, kafilah dagang Quraisy atau tentara Quraisy?" tanya Rasulullah kepada para pemimpin.
Sebagian dari mereka menjawab, "Ya, kafilah dagang Quraisy lebih kami sukai daripada bertempur dengan musuh."
Ada juga sebagian yang lain mengatakan, "Ya Rasulullah, lebih baik Anda (mengejar) kafilah dagang Quraisy saja dan tinggalkanlah musuh."
Mendengar jawaban itu, raut wajah Rasulullah tampak muram. Dia bersedih, kekhawatirannya jika umat Islam tak mau berperang terbukti.
Namun demikian, saat itu, Abu Bakar kemudian memberi dukungan. "Ya Rasulullah, lebih baik bagi kita bertempur dengan musuh," kata Abu Bakar.
Sahabat Umar bin Khattab pun sepakat jika umat Islam harus bertempur. Demikian juga Migdad bin Al Aswad dan beberapa sahabat lainnya.
Bahkan, Migdad berkata, "Ya Rasulullah, teruskanlah pada apa yang telah Allah perintahkan kepada Anda. Kami akan bersama Anda. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepada Anda seperti perkataan Bani Israel kepada Nabi Musa, 'Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah. Kami tetap duduk di sini saja.' Akan tetapi, kami akan berkata kepada Anda, 'Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah. Kami ikut berperang bersama engkau. Demi Allah, jika Anda berjalan bersama kami sampai ke desa Barkul Ghamad, niscaya kami berjuang bersama Anda. Kami akan berperang dari sebelah kanan Anda, di hadapan Anda, dan di belakang Anda."
Rasulullah kemudian menoleh ke arah Saad Muadz, yang merupakan pimpinan dari golongan Anshar. Melihat Rasulullah menoleh ke arahnya, Saad berdiri dan berkata, "Barangkali Anda berkehendak kepada kami golongan Anshar, ya Rasulullah?"
"Ya, tentu," jawab Rasulullah.
Saad lalu menyatakan kesediaan untuk berperang bersama Rasulullah. Sesaat kemudian, para pimpinan golongan Muhajirin dan Anshar sama-sama mengatakan, "Ya Rasulullah, kami tidak akan berkata kepada engkau seperti perkataan Bani Israel, tetapi kami akan berkata, 'Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, Sesungguhnya kami bersama dan selalu mengikuti engkau."
Musyawarah kemudian ditutup dengan hasil bulat. Umat Islam harus berperang melawan tekanan bangsa Quraisy dalam perang Badar.
(Disarikan dari buku 'Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad' Moenawar Chalil)
 

6. Al-Adl 

Asmaul Husna Al-Adl berarti Maha Adil. Keadilan Allah SWT bersifat mutlak, tidak dipengaruhi apapun dan siapapun. Allah Mahaadil karena Allah selalu menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya, sesuai dengan keadilan-Nya yang Maha Sempurna. Dia bersih dari sifat aniaya, baik dalam hukum-Nya maupun dalam perbuatan-Nya. Di antara hukum-Nya mengenai hak hamba-hamba-Nya adalah bahwa tidak ada bagi manusia itu kecuali apa yang ia usahakan, dan hasil dari segala usahanya itu akan dilihatnya. Secara normal, orang-orang yang saleh akan ditempatkan di surga yang penuh dengan kenikmatan, sedangkan orang-orang yang mengabaikan perintah Allah akan dimasukkan ke dalam neraka yang penuh dengan penderitaan.

Keadilan Allah SWT juga didasari dengan ilmu Allah SWT yang Maha Luas, sehingga tidak mungkin keputusan Allah SWT itu salah. Walaupun kalau dilihat dari sudut pandang manusia hal itu rasanya kurang adil, namun bila dipahami, direnungkan, dan dihayati dengan penuh rasa iman dan takwa, maka apa yang diputuskan Allah itu merupakan keputusan yang sangat adil.

Dia menciptakan sebagian indah dan sebagian yang lain jelek, sebagian kuat dan yang lainnya lemah. Lalu Dia membuat yang indah menjadi jelek, yang kuat menjadi lemah, yang kaya menjadi miskin, yang bijaksana menjadi bodoh, yang sehat menjadi sakit. Semuanya itu adalah sangat adil. Tetapi tampak bagi sebagian kita menganggap bahwa Allah tidak adil karena kita hanya melihat dari sisi negatifnya saja tentang orang yang lumpuh, buta, tuli, kelaparan, gila, dan bahwa ada anak muda yang mati.
Perlu kita ketahui bahwa sebenarnya Allah adalah Pencipta segala keindahan dan keburukan, kebaikan, dan kejahatan. Dalam hal ini ada rahasia yang sulit dimengerti dibalik penciptaan itu. Hanya hati dan pikiran yang jernih saja yang mampu memahaminya dengan baik.

Coba kita renungkan sejenak, kita harus memahami peristiwa dengan mengenal lawan kata dari sesuatu agar kita menjadi semakin paham. Jika kita tidak pernah merasakan kesedihan, tentu tidak akan mengenal kebahagiaan. Jika tidak ada yang buruk, kita tidak akan mengenal keindahan. Jadi, antara baik dan buruk sama pentingnya. Allah menunjukkan yang satu dengan yang lain, yang benar dengan yang salah, dan menunjukkan kepada kita akibat dari masing-masing.

Lawan kata dari keadilan adalah kezaliman. Kalau keadilan menjadikan ketentraman, keserasian, keseimbangan, keteraturan, dan ketertiban, maka kezaliman menyebabkan penderitaan, kerusakan, sakit hati, dan kekacauan.
Dengan keadilannya Allah SWT telah menciptakan alam ini dengan penuh keserasian, keseimbangan, dan Dia berikan aturan-aturan sehingga manusia dan seluruh penghuni dunia ini merasakan kedamaian. Namun sebagian manusia itu sendiri yang berbuat zalim terhadap alam, manusia lain, bahkan terhadap dirinya sendiri sehingga timbul ketidakteraturan dan
Jadi, seorang yang adl adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran yang ganda. Dari sinilah kita mengetahui bahwa
 
-       Berbicara, bersikap, dan bertingkah laku terhadap orang lain dengan baik. Kalau kita merasa sakit hati bila diejek, maka orang lain juga akan merasa sakit hatinya ketika diejek. Oleh karena itu, jangan pernah mengejek orang lain. Keadilan dalam berbuat inilah selalu menyertai kita dalam kehidupan sehari-hari.
-        Jangan melakukan sesuatu yang didasari atas rasa marah, dendam, atau kepentingan diri sendiri, karena hal itu menjadikan seseorang berlaku tidak adil. Adil adalah kemuliaan dan pertanda kebaikan seorang muslim.
-       Berusaha bertindak adil dalam memberlakukan perilaku terhadap diri kita sendiri karena apa yang ingin kita berlakukan kepada orang lain telah kita alami. Tentu perbuatan kita tidak didasarkan atas rasa marah, dendam, atau kepentingan diri sendiri sehingga perbuatan itu tidak akan merugikan orang lain. Kita akan bertindak dan berbuat sesuai dengan peraturan dan ketentuan Allah. Dengan demikian, kita akan memberikan hak-hak orang lain sesuai dengan hak yang mereka miliki. Menegakkan keadilan adalah wujud pengabdian kita kepada Sang Maha Adil.
-       Kita harus bersyukur atas kebaikan Allah dan menerima tanpa prasangka atau keluhan atas apapun nasib kita yang tampaknya kurang baik. Dengan demikian, mungkin rahasia keadilan Allah akan terungkap kepada kita dan kita akan merasa berbahagia dengan kesenangan dan penderitaan yang berasal dari Allah Yang Maha Adil.
-       Berusaha menjadi seorang muslim atau muslimah yang selalu berbuat adil, baik terhadap diri kita sendiri, keluarga, dan sesama makhluk Allah. Dengan berbuat adil ini, kita akan menghindari perbuatan zalim dan tidak akan menyakiti orang lain.
-       Tidak membeda-bedakan teman dalam pergaulan. Semakin kita dapat bergaul dengan siapa saja yang membawa kebaikan, semakin luas pula pergaulan kita, maka nantinya akan membawa manfaat bagi kebaikan diri kita sendiri dan kemaslahatan bersama, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat.

-       Berupaya memandang suatu masalah dengan baik. Hal ini dapat kita alami ketika kita mencari solusi terbaik atas persoalan yang menimpa kita sendiri maupun orang lain, terlebih jika kita diminta untuk memutusi persoalan dengan adil. Dari sinilah kita harus mampu memandang persoalan dengan melihat kebenarannya.
-       h. Saat kita diberikan tugas untuk membagi sesuatu atau urusan tertentu, maka kita harus bertindak adil sehingga tidak menimbulkan rasa iri dan kecemburuan di antara pihak yang berkompeten.
-       i. Berupaya untuk selalu menambah dan memperbanyak amal ibadah. Hal ini dikarenakan kelak pada hari pembalasan Allah akan memberikan balasan yang adil bagi orang yang banyak beramal dan memberikan siksa bagi orang yang tidak mau beribadah. Dengan demikian, kita juga akan semakin berhati-hati dalam bersikap, berkata, dan berbuat karena semua akan ada balasannya.
-       j. Tidak mementingkan suatu kelompok atau golongan, tetapi berusaha berada di tengah-tengah agar tidak merugikan pihak-pihak yang bersangkutan. Semua orang harus mendapat keadilan dari keputusan kita.

 kisah keadilan Rosulullah



Tatkala Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wa Sallam merasa ajalnya sudah dekat, beliau mengumpulkan para sahabat. Kemudian, beliau menyampaikan pidatonya:
”Sahabat-sahabatku sekalian! Ajalku mungkin sudah dekat, dan aku ingin menghadap Allah dalam keadaan suci bersih. Mungkin selama bergaul dengan Anda sekalian, ada yang pernah aku pinjam uangnya atau barangnya dan belum aku kembalikan atau belum aku bayar, sekarang ini juga aku minta ditagih. Mungkin ada di antara kalian yang pernah aku sakiti, sekarang ini juga aku minta dihukum qishos (hukuman balasan). Mungkin ada yang pernah aku singgung perasaannya, sekarang ini juga aku minta maaf.”
Para sahabat hening, karena merasa tidak mungkin hal itu akan terjadi. Tapi, tiba-tiba seorang sahabat mengangkat tangan dan melaporkan satu peristiwa yang pernah menimpa dirinya.
”Ya Rasulullah! Saya pernah terkena tongkat komando Rasulullah saw pada saat Perang Badar. Ketika Rasulullah saw mengayunkan tongkat komandonya, kudaku menerjang ke depan dan aku terkena tongkat Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam. Aku merasa sakit sekali, apakah hal ini ada qishos-nya!” Nabi Muhammad saw menjawab, ”Ya, ini ada qishos-nya jika kamu merasa sakit.” Rasul pun menyuruh Ali bin Abi Tholib mengambil tongkat komandonya yang disimpan di rumah Fatimah. Setelah Ali bin Abi Thalib tiba kembali membawa tongkat komando, Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam menyerahkan kepada sahabatnya untuk melaksanakan qishos.
Seluruh sahabat yang hadir di majelis itu hening, apa kira-kira yang akan terjadi jika Rasulullah dipukul dengan tongkat itu. Di tengah keheningan itu, Ali bin Abi Tholib tampil ke depan: ”Ya Rasulullah! Biar kami saja yang dipukul oleh orang ini. Abu Bakar dan Umar bin Khattab juga ikut maju. Tetapi, Rasulullah memerintahkan, Ali, Abu Bakar, dan Umar agar mundur, sambil berkata, ”Saya yang berbuat, saya yang dihukum, demi keadilan”.
Situasi tambah hening. Tetapi, di tengah-tengah keheningan itu tiba-tiba sahabat yang siap jadi algojo itu berkata,: ”Tapi di saat saya terkena tongkat komando, saya tidak pakai baju.” Mendengar itu langsung Rasulullah membuka bajunya di depan para sahabat.
Kulit Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam tampak bercahaya, tetapi ciri ketuaan sudah terlihat jelas. Menyaksikan hal ini para sahabat tambah khawatir, Ali bin Abi Tholib tampil lagi ke depan memohon kepada Rasul agar dia saja yang di-qishos. Tapi, Rasulullah saw langsung memerintahkan agar Ali mundur, karena hukuman itu harus dijalankan sendiri demi keadilan.
Tiba-tiba sahabat ini menjatuhkan tongkatnya langsung merangkul dan mencium Rasulullah saw dan berkata: Ya Rasulullah! Saya tidak bermaksud melaksanakan qishos, saya hanya ingin melihat kulit Rasulullah saw menyentuh dan menciumnya. Sahabat-sahabat yang lain tersentak, gembira. Rasulullah langsung berkata, ”Siapa yang ingin melihat ahli surga, lihatlah orang ini.”
Kisah itu menunjukkan betapa Rasulullah sangat menjunjung nilai keadilan. Beliau, sebagai kepala negara sekaligus Nabi, sangat ikhlas menerima hukuman qishos dari rakyatnya sendiri”.

7. Al-Akhir

Asma Allah Al-Akhir berarti Dzat Yang Maha Akhir. Maha Akhir disini dapat diartikan bahwa Allah SWT adalah Dzat yang paling kekal. Tidak ada sesuatu pun setelah-Nya. Tatkala semua makhluk, bumi seisinya hancur lebur, Allah SWT tetap ada dan kekal. Pemahaman tentang Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Akhir ini tidak bisa disamakan dengan pengertian bahwa Allah adalah akhir dari segala-galanya. Sebab, jika kita pahami dalam pengertian seperti ini, berarti Allah SWT juga berakhir, tetapi yang paling akhir. Padahal Allah SWT tidak bisa disamakan dengan yang mendahului-Nya, yaitu makhluk-makhluknya. Allah SWT tidak berawal dan tidak berakhir tetapi Dia Maha Awal dan Maha Akhir. Dia merupakan Dzat yang Maha Kekal, dan akan tetap ada sampai kapanpun. Inilah yang membedakan antara Allah SWT sebagai Sang Khalik (Sang Pencipta) dengan makhluk (yang diciptakan). Makhluk mempunyai awal yang berupa penciptaannya dan mempunyai akhir pada saat dia sudah hancur atau mati.

Mari kita renungkan! Seandainya kita menyandarkan badan kalian pada tembok agar kalian tidak terjatuh dan hancur akan tetapi tembok yang kalian sandari ternyata sangat rapuh dan akan hancur juga, mungkinkah kalian bisa tetap bertahan? Tentu saja kalian akan ikut hancur, bukan? Hal ini juga berlaku dalam hidup kita. Ketika kita menyandarkan segala urusan kita pada sesuatu yang tidak kekal, tentu kita tidak akan bisa bertahan. Pada saat sandaran kita hancur, kita pun akan hancur. Kehancuran ini tidak hanya kehancuran dalam arti fisik, tetapi yang lebih fatal lagi adalah kehancuran iman, yang mengantarkan kita pada kehancuran yang paling kekal yaitu masuk ke
neraka jahannam. Na’udzubillahi min dzalik. Akan tetapi jika kita bersandar penuh pada Sang Maha Kekal, pastinya kita tidak akan hancur dan terjerumus dalam kesesatan. Karena sandaran kita tidak akan pernah hancur dan Maha Mengatur segala hal yang terjadi pada hidup kita. 

Dalam ayat tersebut, yang dimaksud dengan yang Awal ialah yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya karena banyak bukti-buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.
Orang yang mengakui bahwa Allah adalah Al-Akhir akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selain-Nya, tidak ada permintaan kepada selain-Nya, dan segala kesudahan tertuju hanya kepada-Nya. Oleh karena itu, jadikanlah akhir kesudahan kita hanya kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya akhir kesudahan hanya kepada Rabb kita, seluruh sebab dan tujuan jalan akan berujung kepada Allah semata.
Selain itu, orang yang paham dengan asma Allah Al-Akhir akan selalu merasa butuh dengan Allah SWT. Dia akan selalu mendasarkan apa yang diperbuatnya kepada apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk hambaNya. Hal ini dikarenakan dia mengetahui bahwa Allah adalah pemilik segala kehendak, hati dan niat. Allah yang berhak memutuskan segala sesuatu yang terjadi pada hamba-Nya dan tidak ada sesuatupun yang akan terjadi kecuali atas izin Allah SWT. 
Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Aakhir dengan cara berikut:
-       a. Berani bersikap baik bagi diri kita sendiri, terhadap orang lain maupun Allah swt. Hal ini mempunyai maksud bahwa kondisi baik kita didasarkan oleh ketiga hal tersebut. Oleh karena itu, apabila kita mempunyai kesalahan atau dosa kepada orang lain, maka hendaknya berani meminta maaf kepada diri kita sendiri, orang lain, dan Allah swt sehingga kelak kita tidak menanggung beban kesalahan dan dosanya di hadapan Allah.
-       b. Tidak sombong di hadapan manusia dan Allah. Karena kesombongan yang kita lakukan akan berakhir dengan hukuman Allah dan kelak akan mendapat pembalasan yang setimpal dari kesombongan itu.
-       c. Berusaha menangguhkan segala sesuatu jika memang kurang bermanfaat. Sehingga waktu-waktu kita akan selalu terisi dengan segala sesuatu yang membawa manfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain.
-       d. Berupaya melakukan amal ibadah hingga ajal menjemput sehingga kita meninggal dalam keadaan membawa iman, husnul khotimah dan mempunyai bekal yang cukup untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
-       e. Tidak menunda-nunda tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kita. Semakin kita menunda pekerjaan, maka semakin menumpuk pula pekerjaan lainnya. Hal ini lama-kelamaan akan membuat kita menjadi stres jika tuntutan pekerjaan itu harus segera diselesaikan dengan hasil yang baik.
-       f. Menghindari berbuat maksiat, kejahatan atau tindakan apa saja yang akan mendatangkan murka Allah, sebab ketika kita sudah meninggal, kelak perbuatan kita itu akan dimintai pertanggungjawaban dan mendapat balasan yang pedih.
-       g. Berusaha untuk selalu meningkatkan ketakwaan dan amal shaleh. Hal ini dapat mengantarkan kita pada kehidupan yang baik selama di dunia dan di akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penjelasan tentang birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua)

بسم الله الرحمن الرحيم { وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِن...