بسم الله الرحمن الرحيم
AKIKAH/AQIQAH
1.
Pengertian akikah
والعقيقة مستحبة وهي : الذبيحة عن
المولود يوم سابعه ويذبح عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة ويطعم الفقراء والمساكين
Akikah menurut bahasa adalah nama rambut yang ada di kepala bayi
yang dilahirkan ketika ia dilahirkan.
Sedangkan menurut istilah syariat, Akikah adalah hewan yang
disembelih dihari ketujuh dari lahirnya seorang bayi.
2.
Waktu pelaksanaan akikah
Akikah sudah boleh dilakukan ketika bayi sudah seutuhnya
dilahirkan. Jadi, jika bayi tersebut bayu keluar setengah, maka akikahnya masih
belum disunnahkan.
Akikah yang lebih baik dilakukan pada hari ketujuh dari lahirnya
bayi.
Setelah membaca bismillah, orang yang menyembelih akikah
disunnahkan membaca doa:
اللَّهُمَّ
هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ عَقِيقَةُ فُلَانٍ
atau
اللَّهُمَّ
لَكَ وَإِلَيْكَ عَقِيقَةُ فُلَانٍ
atau
اللَّهُمَّ
هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلَانٍ
Orang yang menyembelih tadi berkata “bismillahirrahmanirrahim, ya
Allah, ini adalah akikahnya …. (nama anak)”
3.
Hukum Melaksanakan akikah
Akikah hukumnya adalah sunnah muakkad artinya sunnah yang sangat
dianjurkan untuk dilaksanakan berdasarkan hadits:
حَدِيث
سَمُرَة بن جُنْدُب قَالَ قَالَ رَسُول الله صَلَّى الله تَعَالَى عَلَيْهِ وَسلم
الْغُلَام مُرْتَهن بعقيقته يذبح عَنهُ فِي الْيَوْم السَّابِع ويحلق رَأسه
وَيُسمى رَوَاهُ الْأَرْبَعَة وَالْحَاكِم وَالْبَيْهَقِيّ
“dari Samrah
bin Jundub beliau berkata: Rasulullah Saw, bersabda ‘seorang anak itu
tergadaikan dengan akikahnya. disembelih karenanya (hewan akikah) di hari
ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama” (diriwayatkan oleh empat orang
imam dan al-Hakim serta al-Baihaqi)
Maksud dari anak tersebut tergadaikan adalah bahwa anak tersebut jika
ia mati dalam keadaan masih kecil, mak ia tidak dapat menolong orang tuanya di
hari kiamat nanti sebagaimana keterangan dalam kasyful misykal.[1]
4.
Kesunnahan-kesunnahan pada hari ketujuh dari
kelahiran bayi
Kesunnahan-kesunnahan
di hari ketujuh dari lahirnya bayi adalah:
- Memberinya nama
Disunnahkan memberi nama anak di hari ketujuh dari hari
kelahirannya, akan tetapi juga diperbolehkan jika diberi nama sebelum hari
ketujuh tersebut.
Imam an-Nawawi berpendapat bahwa kesunnahan dalam memberi nama
adalah pada waktu setelah dilahirkan dan hari ketujuh yang keduanya adalah
berdasar pada hadits yang shohih.
Disunnahkan untuk memberikan nama yang baik kepada anak yang
dilahirkan berdasarkan hadits:
إنكم تدعون يوم القيامة بأسمائكم وأسماء آبائكم فحسنوا أسماءكم
(رواه البخاري)
“Sesungghunya kalian
akan dipanggil dihari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian.
Maka perbaguslah nama-nama kalian” (H.R Bukhori)
Nama terbaik yang dianjurkan Nabi adalah Abdullah dan Abdurrahman
berdasarkan sabda Nabi:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن أحب أسمائكم إلى
الله تعالى عبد الله و عبد الرحمن هذا حديث صحيح على شرط الشيخين
Rasulullah Saw,
bersabda “sesungguhnya nama yang paling disukai oleh Allah dari nama kalian
adalah Abdullah dan Abdurrahman” (derajat hadits ini shohih menurut
kriteria yang ditetapkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim)
Disunnahkan pula mengubah nama orang yang tidak baik sebagaimana
dalam hadits yang tercantum dalam Mughnil Muhtaj:
وَيُسَنُّ
أَنْ تُغَيَّرَ الْأَسْمَاءُ الْقَبِيحَةُ
وَمَا يُتَطَيَّرُ بِنَفْيِهِ لِخَبَرِ مُسْلِمٍ { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيَّرَ اسْمَ عَاصِيَةَ وَقَالَ أَنْتِ جَمِيلَةٌ } .
Disunnahkan
mengubah nama yang jelek seperti sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
yang berbunyi “sesungguhnya Nabi Sallahllahu alaihi wa sallam mengubah nama
‘asiyah’ dan berkata kamu adalah Jamilah”
Asiyah dalam bahasa Arab artinya adalah orang yang bermaksiat atau
orang yang durhaka, sedangkan Jamilah adalah wanita yang cantik.
Dimakruhkan memberi nama yang buruk kepada anak seperti contoh:
syaiton, himar (keledai), dan lain sebagainya. Boleh memberi nama anak dengan
nama para Nabi maupun nama para malaikat.
عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ إذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ أَخَرَجَ اللَّهُ تَعَالَى
أَهْلَ التَّوْحِيدِ مِنْ النَّارِ وَأَوَّلُ مَنْ يَخْرُجُ مَنْ وَافَقَ اسْمُهُ
اسْمَ نَبِيٍّ حَتَّى إذَا لَمْ يَبْقَ مَنْ وَافَقَ اسْمُهُ اسْمَ نَبِيٍّ قَالَ
أَنْتُمْ الْمُسْلِمُونَ وَأَنَا السَّلَامُ وَأَنْتُمْ الْمُؤْمِنُونَ وَأَنَا
الْمُؤْمِنُ فَيُخْرِجُهُمْ مِنْ النَّارِ بِبَرَكَةِ هَذَيْنِ الِاسْمَيْنِ
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata bahwa di hari
kiamat nanti, Allah akan Mengeluarkan ahli tauhid dari neraka, dan orang yang
pertama kali keluar adalah orang-orang yang namanya sama dengan nama Nabi.
sampai orang-orang yang namanya seperti nama Nabi ini habis. Lalu Allah Berkata
‘kalian adalah muslimun dan Aku (Allah) adalah As-Salam, kalian adalah al-mukminun dan
Aku adalah Al-Mukmin’ lalu dengan berkah dua Nama ini,
mereka dikeluarkan dari neraka”
Dan diriwayatkan pula dari Ibnu
Abbas
وعنه أنه قال: إذا كان يوم
القيامة نادى مناد: ألا ليقم من اسمه محمد فليدخل الجنة كرامة لنبيه محمد
“di hari kiamat, akan ada suara yang memanggil ‘hendaklah
berdiri orang-orang yang bernama Muhammad, maka hendaklah ia masuk ke dalam
surga sebagai penghormatan kepada Nabi-Nya Muhammad”
Diharamkan
memberi julukan kepada seseorang dengan julukan yang dibenci olehnya. Akan
tetapi kita diperbolehkan untuk menyebut
julukannya yang jelek tadi apabila orang tidak mengenal dia kecuali dengan
julukan tersebut.
Sebaliknya
tidak ada larangan dalam Islam untuk menjuluki seseorang dengan julukan yang
baik.
5.
Mencukur Rambut bayi
Disunnahkan
mencukur seluruh rambut bayi yang baru lahir
di hari ketujuh dari hari kelahirannya, yang hal ini dilakukan setelah
selesainya penyembelihan hewan akikah.
Dalam
kitab al-Majmu’ disebutkan bahwa disunnahkan pula untuk mencukur seluruh rambut
bayi, baik itu bayi laki-laki maupun perempuan, lalu bersedekah emas seberat
timbangan rambut bayi tersebut. Jika tidak mampu dengan emas, boleh dengan
perak.[2]
6.
Pelaksanaan akikah
Biaya
akikah ditanggung oleh orang yang menanggung nafkah bayi yang dilahirkan.
Jika bayi
tersebut adalah laki-laki, maka akikahnya adalah dua kambing yang sama.
Sedangkan jika bayi tersebut adalah perempuan, maka akikahnya adalah dengan
satu ekor kambing. Hal berdasarkan sabda Nabi yang diriwayatkan dari siti
Aisyah Ra.
عَن عَائِشَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْها قَالَت : «أمرنَا رَسُول الله - صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسلم - أَن نعق عَن الْغُلَام بشاتين وَعَن الْجَارِيَة بِشَاة». هَذَا الحَدِيث
صَحِيح رَوَاهُ التِّرْمِذِيّ وَابْن مَاجَه وَابْن حبَان وَالْبَيْهَقِيّ
“Dari Aisyah ra, beliau berkata bahwa Rasulullah sallallahu
alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berakikah untuk bayi laki-laki dengan
dua kambing dan untuk bayi perempuan dengan satu kambing” (H.R At-Tirmidzi,
Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi)
Akikah
adalah ibadah sunnah, maka dari itu orang yang berakikah dilarang mengambil
harta bayi yang dilahirkan sebagai biaya akikah.
Seandainya
walinya tidak memiliki biaya untuk berakikah ketika anak tersebut dilahirkan
akan tetapi ia baru mampu untuk berakikah sebelum hari ketujuh dari kelahiran
bayi, maka akikah tersebut masih disunnahkan.
Batas
waktu akikah adalah sampai anak tersebut mencapai usia baligh. Apabila sudah
baligh, maka anak tersebut boleh mengakikahi dirinya sendiri.
Jika
bayi tersebut sudah meninggal sebelum hari ketujuh, tetap disunnahkan untuk
diakikahi. Ataupun setelah tujuh hari, juga masih diperbolehkan untuk
mengakikahi anak tersebut.[3]
7.
Peruntukan daging akikah
Hewan
yang diakikahi syaratnya sama seperti hewan kurban. Begitu pula dalam hukum
memakan dan menyedekahkannya kepada fakir miskin. Akan tetapi untuk hewan
akikah, yang bagus adalah dimasak seperti layaknya walimah. Berbeda dengan
daging kurban.
Disunnahkan
agar daging akikah dimasak dengan manis dengan harapan agar anak yang diakikahi
akan tumbuh dengan akhlak yang baik.
Disunnahkan
pula untuk tidak memecah tulang dari hewan yang telah disembelih untuk akikah,
dengan harapan agar anak tersebut selamat. Dianjurkan agar tulang tersebut
dipotong dipersendiannya.
Namun
tidak dimakruhkan apabila tulang hewan tersebut dipecah.
8.
Tambahan
Disunnahkan
agar bayi yang baru dilahirkan untuk diadzani ditelinga kanannya dan iqamah
ditelinga kirinya. Berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Sunni:
«من ولد لَهُ مَوْلُود فَأذن فِي أُذُنه
الْيُمْنَى وَأقَام فِي الْيُسْرَى لم تضره أم الصّبيان»
“barang siapa yang baru
mendapat bayi yang dilahirkan, maka diadzani di telinganya yang kanan dan
diiqamahkan ditelinganya yang kiri, tidaklah ummu sibyan akan dapat mengganggunya”
Maksudnya adalah ia tidak akan diikuti oleh jin.
Selain itu tujuan dari adzan ini adalah agar kalimat pertama yang masuk dalam
telinganya ketika ia datang ke dunia adalah kalimat tauhid sebagaimana ketika
ia akan meninggalkan dunia ini kelak.
Hendaknya bayi yang baru dilahirkan itu
dimamahkan kurma, baik itu bayi laki-laki ataupun bayi perempuan, dibuka
mulutnya lalu dimasukkan sampai mamahan itu sampai pada tenggorokannya.
[1] كشف المشكل من حديث الصحيحين (ص: 1124) وقد اختلف العلماء في معنى
ارتهانه بعقيقته فقال أبو سليمان أجود الوجوه ما ذهب إليه أحمد بن حنبل فإنه قال
هذا في الشفاعة إن لم يعق عنه فمات طفلا لم يشفع في والديه
[2] المجموع (8/ 432) يستحب حلق رأس
المولود يوم سابعه قال أصحابنا ويستحب أن يتصدق بوزن شعره ذهبا فان لم يفعل ففضة
سواء فيه الذكر والانثى هكذا قاله أصحابنا واستدلوا له بحديث رواه مالك والبيهقي
( قَوْلُهُ بِشَرْطِ يَسَارِ
الْعَاقِّ إلَخْ ) عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَلَوْ كَانَ الْوَلِيُّ عَاجِزًا عَنْ
الْعَقِيقَةِ حِينَ الْوِلَادَةِ ثُمَّ أَيْسَرَ بِهَا قَبْلَ تَمَامِ السَّابِعِ
اُسْتُحِبَّ فِي حَقِّهِ وَإِنْ أَيْسَرَ بِهَا بَعْدَ السَّابِعِ مَعَ بَقِيَّةِ
مُدَّةِ النِّفَاسِ أَيْ أَكْثَرِهِ كَمَا قَالَهُ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ لَمْ
يُؤْمَرْ بِهَا وَفِيمَا إذَا أَيْسَرَ بِهَا بَعْدَ السَّابِعِ فِي مُدَّةِ
النِّفَاسِ تَرَدُّدٌ لِلْأَصْحَابِ وَمُقْتَضِي كَلَامِ الْأَنْوَارِ تَرْجِيحُ
مُخَاطَبَتِهِ بِهَا وَلَا يَفُوتُ عَلَى الْوَلِيِّ الْمُوسِرِ بِهَا حَتَّى
يَبْلُغَ الْوَلَدُ فَإِنْ بَلَغَ يَحْسُنُ لَهُ أَنْ يَعُقَّ عَنْ نَفْسِهِ
تَدَارُكًا لِمَا فَاتَ ا هـ .
مغني المحتاج إلى معرفة
ألفاظ المنهاج (18/ 153)
تَنْبِيهٌ : لَوْ كَانَ
الْوَلِيُّ عَاجِزًا عَنْ الْعَقِيقَةِ حِينَ الْوِلَادَةِ ثُمَّ أَيْسَرَ بِهَا
قَبْلَ تَمَامِ السَّابِعِ اُسْتُحِبَّتْ فِي حَقِّهِ ، وَإِنْ أَيْسَرَ بِهَا
بَعْدَ السَّابِعِ مَعَ بَقِيَّةِ مُدَّةِ النِّفَاسِ أَيْ أَكْثَرِهِ كَمَا
قَالَهُ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ لَمْ يُؤْمَرْ بِهَا ، وَفِيمَا إذَا أَيْسَرَ
بِهَا بَعْدَ السَّابِعِ فِي مُدَّةِ النِّفَاسِ تَرَدُّدٌ لِلْأَصْحَابِ ،
وَمُقْتَضَى كَلَامِ الْأَنْوَارِ تَرْجِيحُ مُخَاطَبَتِهِ بِهَا ، وَلَا يَفُوتُ
عَلَى الْوَلِيِّ الْمُوسِرِ بِهَا حَتَّى يَبْلُغَ الْوَلَدُ ، فَإِنْ بَلَغَ
سُنَّ أَنْ يَعُقَّ عَنْ نَفْسِهِ تَدَارُكًا لِمَا فَاتَ ، وَمَا قِيلَ إنَّهُ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ قَالَ
فِي الْمَجْمُوعِ بَاطِلٌ وَيُسَنُّ أَنْ يُعَقَّ عَمَّنْ مَاتَ قَبْلَ السَّابِعِ
أَوْ بَعْدَهُ بَعْدَ أَنْ تَمَكَّنَ مِنْ الذَّبْحِ .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar