Rabu, 24 Mei 2017

istighfar - kabar gembira bagi yang ingin bertaubat



بسم الله الرحمن الرحيم

Dosa dan pendosa

Dosa adalah sifat yang condong mengarah pada jiwa yang rendah dan keluar dari jalan yang Allah Berikan kepada manusia.

Sedangkan orang melakukan dosa ini ada dua macam:

1.     Orang yang melakukan dosa namun ia tidak mengulanginya. Setelah melakuka dosa, hatinya menangis dan tidak rela dirinya melakukan dosa sehingga membuatnya menyesal.

Dosa yang mereka kerjakan adalah ibarat kaca yang berdebu sehingga membuatnya buram. Namun apabila dibasuh, maka ia akan kembali jernih. Tidak ada dosa bagi orang yang menyesali perbuatannya lalu betaubat dengan taubat yang sebenarnya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

التائبُ من الذَّنبِ كمن لا ذنبَ لهُ
“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan orang yang tidak pernah melakukan dosa”

2.    Orang yang melakukan dosa yang berkubang dalam kesesatan. Mereka tidak pernah menyesal bahkan mereka menikmatinya. Layaknya babi yang senang berkubang dalam kotoran.[1]

Sayyidina Ali Karramallahu wajhah berkata:
" أشد الذنوب : هو ما استخف به صاحبه "
“Dosa yang paling berat adalah dosa yang dianggap remeh oleh pelakunya”

Jadi, tidak seharusnya seorang mukmin melakukan dosa lalu menganggapnya remeh karena hanya dosa kecil. Malah justru anggapan remeh itulah yang membuat dosa menjadi besar.

Sebagaimana dalam kitab durratun nasihin, ketika kita melakukan dosa, maka yang kita lihat bukanlah kecil atau besarnya dosa. Melaikan kepada siapa kita berdosa.

Dalam kitab al-Hawi al-Kabir juga disebutkan:
لَا كَبِيرَةَ مَعَ اسْتِغْفَارٍ وَلَا صَغِيرَةَ مَعَ إِصْرَارٍ
“Tidak ada dosa besar apabila bertaubat, dan tidak ada dosa kecil apabila diulang-ulang”
Artinya, orang yang bertaubat dari dosanya maka seakan ia tidak pernah melakukan dosa. Sedangkan orang yang mengerjakan dosa kecil namun terus menerus melakukannya, maka itu juga akan menjadi dosa besar.

Sebab munculnya dosa
Sebagian auliya al-arif billah ditanyakan tentang sebab perbutan dosa, dia menjawab:
“Sebabnya adalah dari penglihatan, lalu dari penglihatan itu akan terbesit dalam hati. Jika masih sebatas terbesit dalam hati kita lalu kembali kepada Allah, maka hilanglah perasaan itu. Namun apabila tidak segera diperbaiki, maka ia akan bercampur dengan was-was yang kemudian melahirkan syahwat. Namun semua itu masih sebatas keinginan jika ia lalu memperbaikinya. Namun jika tidak, maka syahwat itu akan melahirkan pekerjaan maksiat”[2]

Jadi, sekarang kita tahu bahwa jika kita terus mengikuti alur hawa nafsu dan tekanannya, maka itulah yang akan melahirkan perbuatan maksiat. Untuk melawannya tentu saja dengan menahan tekanan hawa nafsu dengan membelokkan menuju Allah.
Dalam kitab syarh al-Hikam disebutkan:
أن النفس كالطفل إن تتركه شَبَّ على حب الرضاع وإن تفطمه ينفطم
“Sesungguhnya nafsu itu bagai bayi, apabila kau biarkan, ia akan terus suka untuk menyusu. Tapi apabila kau sapih, ia akan berhenti”
Jadi, nafsu yang dituruti tidak akan membuatnya berhenti, malah justru semakin bertambah kuat. Namun ketika nafsu itu kita lawan dan kita tahan, barulah ia akan berhenti.
Kabar gembira bagi pendosa
Allah Berfirman:
{قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا [إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ] } (3) [ الزمر : 53]
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Az-Zumar: 53)

Dalam ayat ini, seorang muslim dilarang berputus asa dari rahmat Allah. Sekalipun seseorang telah melakukan banyak dosa selama hidupnya, Dengan catatan, tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama ataupun dosa-dosa yang lain setelah ia bertaubat.

Allah Melarang hamba-Nya untuk berputus asa dan Memerintahkan hamba-Nya untuk berharap ampunan-Nya. Dalam firman-Nya:

{ إن الله يغفر الذنوب جميعا }
“Sesungguhnya Allah Mengampuni dosa-dosa semuanya”

Ayat ini memberikan kabar gembira bagi mereka yang telah berkubang dalam maksiat dan dosa agar jangan sampai berputus asa ketika ingin benar-benar berubah, selama nyawa masih dikandung badan dan sebelum nafas sampai kekerongkongan.

Jika orang yang sudah berkubang dalam dosa saja, masih diberikan kesempatan untuk mendapat ampunan jika benar-benar bertaubat, apalagi mereka yang sekedar khilaf.[3] Jadi tidak ada alasan untuk berkata ‘saya terlanjur kotor’ Karena ucapan semacam ini adalah tipu daya setan.

Ketika dalam diri seorang pendosa atau orang yang pernah melakukan dosa, ada keinginan untuk bertaubat, maka bersegeralah untuk bertaubat bisikan kebaikan dari dalam hati munculnya dari Allah.

Sayyidina Ali Karramallah wajhah berkata:

" ما ألهم الله عبداً الاستغفار وهو يريد أن يعذبه "

“Tidaklah Allah Mengilhamkan seorang hamba untuk beristighfar, sedangkan Dia (Allah) ingin Mengadzabnya”

Berbaik sangka kepada Allah, bahwa adanya keinginan untuk bertaubat adalah karena Allah Masih Membuka kesempatan bagi seseorang untuk berubah. Sebab sebagaimana perkataan sayyidina Ali ra, di atas, bahwa Allah tidak akan Mengilhami hati seorang hamba untuk bertaubat sedangkan Allah ingin Mengadzab orang tersebut.

Akan tetapi, ketika seseorang sudah benar-benar bertaubat, maka janganlah ia mengulangi kesalahan-kesalahan sebelumnya atau dosa-dosa lainnya. Berubah dengan sungguh-sungguh dan bertaubat dengan sebenarnya, insya Allah itu adalah tanda diterimanya taubat seseorang.

Sebagian ulama mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh syaikh Abdurrahman as-salami:

الاستغفار من غير إقلاع توبة الكذابين "

“Istighfar dari orang yang tidak berhenti melakukan dosa, adalah taubatnya para pembohong”

Jadi, taubatnya orang yang tidak meninggalkan perbuatan dosa setelah ia bertaubat, itu bukanlah bentuk taubat. Karena bentuk taubat yang sesungguhnya adalah penyesalan terhadap dosa-dosa yang pernah dilakukan.
يقول الشيخ ابن عطاء الله السكندري : " ليس المستغفر من استغفر باللسان وأقام على أفعال الهوان . إنما المستغفر : من ترك العصيان "

Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari berkata “Istighfar bukanlah orang yang beristighfar dengan lisannya namun teledor dalam menjaga perbuatannya dari dosa. Orang yang beristighfar adalah mereka yang meninggalkan maksiat”

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عن ابن عباس : قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( كفارة الذنب الندامة )

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dari Nabi Saw, beliau bersabda “pelebur dosa adalah rasa penyelasan”

Penyesalan atas dosa adalah penghapus dosa itu sendiri. Artinya jika seseorang telah bertaubat dengan sesungguhnya, tidak lagi mengulangi kesalahan, maka insya Allah, dosa-dosanya akan diampuni selama dosa-dosa tersebut tidak berkaitan dengan hak adami. Jika berkaitan dengan hak adami, maka ia harus meminta maaf atau mengganti kerugian yang dialami orang lain jika berkaitan dengan harta. Setelah selesai barulah ia bisa bertaubat kepada Allah.

Jadi, kesalahan bagi seorang hamba bukanlah akhir dari segalanya. Selama hayat masih dikandung badan, selama nafas masih mengalir, selama jantung masih berdetak, maka disana Allah masih Membuka pintu taubat kepada hamba-Nya. Taubat itu adalah dengan menyesali semua dosa yang telah dilakukan dan tidak pernah mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kali.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ ».

Dari Abu Hurairah ra, belliau berkata bahwa Rasulullah bersabda “demi Dzat Yang jiwaku ada digenggaman-Nya. Seandainya kalian tidak melakukan dosa, maka Allah akan Membinasakan kalian dan mendatangkan kaum yang melakukan dosa, lalu mereka meminta ampun kepada Allah dan Allah Mengampuni mereka” (H.R Muslim)[4]

(حديث أبي هريرة رضي الله عنه الثابت في الصحيحين ) أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: ينزل ربنا عز وجل كل ليلة إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر فيقول : من يدعوني فأستجيب له من يسألني فأعطيه من يستغفرني فأغفر له .

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw, beliau bersabda “Tuhanmu (Allah) Azza wa Jalla, Turun setiap malam kelangit dunia ketika malam masih menyisakan sepertiga akhir. Maka Allah Berfirma ‘barang siapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan kukabulkan untuknya, siapa yang memohon kepada-Ku akan Aku Berikan, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku akan kuampuni baginya”

MEREKA YANG LALAI

Patutlah bagi setiap dari kita untuk berwaspada andai saja ketika kita melakukan dosa demi dosa, namun nikmat selalu datang tanpa henti, karena bisa jadi itu adalah istidraj yang melalaikan kita dari istighfar.[5]

Orang-orang yang melakukan dosa, setiap kali mereka melakukan dosa, semakin mereka mendapatkan nikmat, sehingga semakin ia jauh dalam berbuat dosa, lalu membuatnya lalai akan istighfar dan bertaubat. Selangkah demi selangkah ia berjalan menuju kehancurannya sendiri tanpa ia sadari.[6]

Ketika sudah seperti ini, segeralah sadar dan kembalilah kepada Dzat Yang Maha Pengampun. Karena walaupun seandainya manusia datang dengan dosa seluas samudera, maka ampunan Allah melebihi segalanya.


[1] موسوعة الكسنزان فيما اصطلح عليه أهل التصوف والعرفان (8/  186) الباحث محمد غازي عرابي يقول : " الذنب : الميل إلى جهة السفل من النفس والخروج عن الصراط الذي وضعه الله للناس والذنب ذو شعبين ذنب له اتجاه إلى أعلى أي : أنه غير مستقر ولا متمكن وصاحبه ذو ندم وتبكيت ضمير يأتي الذنب آسفاً غير راض . ومثل ذنوب هؤلاء كمثل مرآة يعلوها الغبار فيطمسها فإذا غسلت عاد إليها رونقها فلا ذنب على نادم ولا ذنب لمستغفر .. أما أصحاب الشعب الثاني فليس لهم وجه إلى الجانب العلوي من النفس وهم لذلك سادرون في الضلالة .. وأصحاب هذا الذنب لا يحسون ندماً ولا ألماً بل أنهم في الحمأة يرتعون منعمين مثلهم كمثل الخنازير التي ترتع في القاذورات "
[2] سئل بعض الأولياء العارفين بالله ما سبب الذنب قال : سببه النظرة ومن النظرة الخطرة فإن تداركت الخطرة بالرجوع إلى الله ذهبت وإن لم تدركها امتزجت بالوساوس فيتولد منها الشهوة وكل ذلك بعد باطن لم يظهر على الجوارح فإن تداركت الشهوة وإلا تولد منها الطلب فإن تداركت الطلب وإلا تولد منه الفعل "
[3] فتح القدير الجامع بين فني الرواية والدراية من علم التفسير ) 4/  667(  وأمر رسوله صلى الله عليه و سلم أن يبشرهم بذلك فقال : 53 - { قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم لا تقنطوا من رحمة الله } المراد بالإسراف الإفراط في المعاصي والاستكثار منها ومعنى لا تقنطوا : لا تيأسوا من رحمة الله من مغفرته ثم لما نهاهم عن القنوط أخبرهم بما يدفع ذلك ويرفعه ويجعل الرجاء مكان القنوط فقال : { إن الله يغفر الذنوب جميعا } واعلم أن هذه الآية أرجى آية في كتاب الله سبحانه لاشتمالها على أعظم بشارة فإنه أولا أضاف العباد إلى نفسه لقصد تشريفهم ومزيد تبشيرهم ثم وصفهم بالإسراف في المعاصي والاستكثار من الذنوب ثم عقب ذلك بالنهي عن القنوط من الرحمة لهؤلاء المستكثرين من الذنوب فالنهي عن القنوط للمذنبين غير المسرفين من باب الأولى
[4] صحيح مسلم (8/  94) حَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ جَعْفَرٍ الْجَزَرِىِّ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الأَصَمِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ ».
[5] الدر المنثور (3/  618)  وأخرج أبو الشيخ عن يحيى بن المثنى سنستدرجهم من حيث لا يعلمون قال : كلما أحدثوا ذنبا جددنا لهم نعمة تنسيهم الاستغفار
[6] فتح القدير الجامع بين فني الرواية والدراية من علم التفسير (2/  396) وأخرج ابن أبي حاتم وأبو الشيخ عن السدي في قوله : { سنستدرجهم من حيث لا يعلمون } يقول : سنأخذهم من حيث لا يعلمون قال : عذاب بدر وأخرج أبو الشيخ عن يحيى بن المثنى في الآية قال : كلما أحدثوا ذنبا جددنا لهم نعمة تنسيهم الاستغفار

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penjelasan tentang birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua)

بسم الله الرحمن الرحيم { وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِن...