A. Pengertian Muamalah
Manusia dijadikan Allah
SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang
lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia
Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا
آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي
الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya:
“Dan Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagai mana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qoshosh :
77)
Muamalah dalam ilmu
ekomi Islam memiliki makna hukum yang bertalian dengan harta, hak milik,
perjanjian,jual beli, utang piutang, sewa menyewa, pinjam-meminjam dan
semacamnya. Juga hukum yang mengatur keuangan serta segala hal yang merupakan
hubungan manusia dengan sesamanya, baik secara individu maupun masyarakat.
Tujuannya adalah agar tercapai suatu kehidupan yang tentram, damai, bahagia dan
sejahtera. Adapun transaksi-transaksi ekonomi dalam Islam tersebut antara lain
:
1. JUAL BELI
Jual beli dalam bahasa
arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu al-bai’
yang artinya jual dan asy-syira’a yang artinya beli. Menurut istilah
hukum syara, jual beli ialah menukar suatu barang/uang dengan barang yang lain
dengan cara aqad (ijab/qobul). Di zaman yang modern seperti sekarang ini
transaksi jual beli dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti lewat
internet, telpon dan lain sebagainya. Demikian juga sistem pembayarannya bisa
lewat cek, surat berharga dan
semacamnya. Allah swt berfirman :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا
Artinya : "Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”,
(Al-Baqoroh :275)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya: "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa :29)
Rasulullah saw bersabda :
أَفْضَلُ الْكَسْبِ عَمَلَ الرَّجُلِ بِيَدِهِ
وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٌ (رواه احمد )
Artinya : " Perolehan
yang paling afdhal adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang
mabrur”. (HR. Ahmad)
Rukun Jual Beli
- Penjual dan pembeli
Syarat keduanya :
v Berakal dan dapat
membedakan (memilih).
v Dengan kehendak sendiri
(bukan dipaksa).
v Keadaannya tidak
mubadzir
Perilaku atau
sikap yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli
1) Berlaku Benar (Lurus)
Berperilaku
benar merupakan ruh keimanan dan ciri utama orang yang beriman. Sebaliknya,
dusta merupakan perilaku orang munafik. Seorang muslim dituntut untuk berlaku
benar, seperti dalam jual beli, baik dari segi promosi barang atau penetapan
harganya. Oleh karena itu, salah satu karakter pedagang yang terpenting dan
diridhai Allah adalah berlaku benar.
Dusta
dalam berdagang sangat dicela terlebih jika diiringi sumpah atas nama Allah SWT
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut: “Empat macam
manusia yang dimurkai Allah, yaitu penjual yang suka bersumpah, orang miskin
yang congkak, orang tua renta yang berzina, dan pemimpin yang zalim.”(HR Nasai
dan Ibnu Hibban)
2) Menepati Amanat
Menepati
amanat merupakan sifat yang sangat terpuji. Yang dimaksud amanat adalah
mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya. Orang yang tidak melaksanakan
amanat dalam Islam sangat dicela.
Hal-hal
yang harus disampaikan ketika berdagang adalah penjual atau pedagang
menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangannya kepada pembeli
tanpa melebih-lebihkannya. Hal itu dimaksudkan agar pembeli tidak merasa
tertipu dan dirugikan.
3) Jujur
Selain
benar dan memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur. Kejujuran
merupakan salah satu modal yang sangat penting dalam jual beli karena kejujuran
akan menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak.
Sikap jujur dalam hal timbangan, ukuran kualitas, dan kuantitas barang yang
diperjual belikan adalah perintah Allah SWT. Firman Allah:
وَإِلَى
مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ
إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي
الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya
: Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib.
Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al A’raf : 85)
Sikap
jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang
dagangan, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad
SAW yang artinya :
“Muslim
itu adalah saudara muslim, tidak boleh seorang muslim apabila ia berdagang
dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuali diterangkannya.”
Lawan
sifat jujur adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran, timbangan,
kualitas, kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan
cacatnya. Hadis lain meriwayatkan dari umar bin khattab r.a berkata seorang
lelaki mengadu kepada rasulullah SAW sebagai berikut “ katakanlah kepada si
penjual, jangan menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu
diingatkannya jangan menipu.”(HR Muslim)
4) Khiar
Khiar
artinya boleh
memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli atau
mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual
beli). Ada tiga macam khiar yaitu sebagai berikut.
*
) Khiar Majelis adalah si pembeli an penjual boleh memilih antara
meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya selama keduanya masih tetap
ditempat jual beli. Khiar majelis ini berlaku pada semua macam jual beli.
*)
Khiar Syarat adalah suatu pilihan antara meneruskan atau mengurungkan
jual beli setelah mempertimbangkan satu atau dua hari. Setelah hari yang
ditentukan tiba, maka jual beli harus ditegaskan untuk dilanjutkan atau
diurungkan. Masa khiar syarat selambat-lambatnya tiga hari
*)
Khiar Aib (cacat) adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya,
apabila barang tersebut diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah ada
sebelumnya, namun tidak diketahui oleh si penjual maupun si pembeli. Hadis nabi
Muhammad SAW. Yang artinya : “Jika dua orang laki-laki mengadakan jual beli,
maka masing-masing boleh melakukan khiar selama mereka belum berpisah dan
mereka masih berkumpul, atau salah satu melakukan khiar, kemudian mereka
sepakat dengan khiar tersebut, maka jual beli yang demikian itu sah.” (HR
Mutafaqun alaih)
- Uang dan benda yang di beli
Syaratnya :
v Suci, barang najis tidak
syah di jual belikan.
Madzhab Hanafi
memperbolehkan menjual kotoran/tinja atau sampah untuk keperluan perkebuan.
Demikian pula barang najis boleh diperjual belikan asal untuk dimanfaatkan bukan
untuk di makan. Hal ini berdasar hadits Rasulullah saw, yang pada suatu hari
Rasullullah saw, lewat dan menemukan bangkai kambing milik Maemunah kemudian
beliau bersabda :” Mengapa kalian tidak
mengambil kulitnya, kemudian kalian samak dan dapat kalian manfaatkan? Kemudian
para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, kambing itu sudah mati dan menjadi
bangkai. Rasulullah saw, menjawab: Sesungguhnya yang di-haramkan hanya
memakannnya”. (Fiqih Sunah 12 hal. 54)
v Ada manfaatnya
v Keadaan barang itu dapat
diserah terimakan, tidak syah menjual barang yang tidak dapat diserah
terimakan.
v Keadaan barang milik si
penjual, atau kepunyaan yang diwakilinya atau yang menguasakannya.
v Barang itu diketahui oleh
si penjual dan pembeli, tentang zat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-sifatnya.
- Lafal (Ijab dan Qobul).
Ijab
adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya menjual
mobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli
sebagai jawaban dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil
ini dengan harga 25 juta rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi
proses tawar menawar terlebih dulu.
Pernyataan
ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul
adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata.
Contohnya, aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab
kabul jual beli juga sah dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa
kedua belah pihak berjauhan tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu
diwakilkan. Di zaman modern saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan
lewat telepon. Jula beli seperti itu sah saja, apabila si pemesan sudah tahu
pasti kualitas barang pesanannya dan mempunyai keyakinan tidak ada unsur
penipuan.
.
Macam-Macam Jual Beli
- Jual beli kontan, artinya serah terima barang dan dibayar dengan uang kontan.
- Jual beli dengan tukar menukar barang. Misalnya : hasil tambang ditukar dengan bahan jadi.
- Jual beli sistem tempo, artinya begitu harga telah disepakati dan barang telah dikirim baru pembayaran dilakukan atau beberapa hari setelah barang diterima baru diadakan pembayaran.
Jual Beli Yang Dilarang
Agama
a. Membeli barang dengan
harga yang lebih mahal dari harga pasar sedang ia tidak ingin kepada barang
itu, tetapi semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut.
b. Membeli barang untuk di
tahan agar dapat di jual dengan harga yang lebih mahal, sedang mayarakat umum
sangat membutuhkan barang tersebut.
c. Menjual suatu barang
untuk menjadi alat maksiat.
d. Jual beli yang dapat
menimbulkan kericuhan baik dari fihak pembeli dan penjual-nya. Seperti barang yang jelek ditutupi dengan barang yang baik.
e. Membeli barang yang
sudah di beli orang lain yang masih dalam keadaan khiyar.
Manfaat Jual Beli
a. Agar manusia saling tolong menolong antara satu dengan lainnya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
b. Manusia dituntut untuk selalu berhubungan dengan yang lain karena tak ada seorangpun yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri.
c. Untuk memperluas hubungan antar desa, kota bahkan antar negara sehingga dapat diperoleh pemerataan
ekonomi.
d.
Untuk menumbuhkan kreatifitas manusia agar dapat menghasilkan dan
mempro-duksi barang-barang yang dapat dipergunakan untuk kemaslahatan manusia.
Menghidari riba
Definisi Riba
Riba secara bahasa berarti penambahan, petumbuhan, kenaikan, dan ketinggian. Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti “Akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya”
Dengan demikian riba menurut istilah
ahli fiqh adalah penambahan salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada
ganti tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan
terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba di dalamnya
hanya saja tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” dan Al Quran datang
menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang diambil sebagai ganti dari
tempo.
Qatadah berkata, “Sesungguhnya riba
orang jahiliyah adalah seseorang yang menjual satu jualan sampai tempo tertentu
dan ketika jatuh tempo dan orang yang berutang tidak bisa membayarnya dia
menambah utangnya dan melambatkan tempo.”
Jenis-jenis riba
1.
Riba Al Fadhl
Adalah tambahan
pada salah satu dua ganti kepada yang lain ketika terjadi tukar menukar sesuatu
yang sama secara tunai. Islam telah mengharamkan jenis riba ini dalam transaksi
karena khawatir pada akhirnya yang akan jatuh pada riba yang hakiki yaitu riba
an nasi’ah yang sudah menyebar dalam tradisi masyarakat Arab. Rasulullah saw
bersabda,
“Janganlah
kalian menjual satu dirham dengan dua dirham sesungguhnya saya takut terhadap
kalian dengan rima, dan rima artinya riba” (Ibnu Qudamah)
Karena
perbuatan ini bisa mendorong seseorang untuk melakukan riba yang hakiki, maka
menjadi hikmah Allah dengan mengharamkannya sebab ia bisa menjerumuskan mereka
ke dalam perbuatan haram, dan siapa yang membiarkan kambingnya berada di
sekitar kawasan larangan hampir saja ia masuk ke dalamnya sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah saw.
Termasuk dalam
bagian ini adalah riba qardh, yaitu seseorang memberi pinjaman uang kepada
orang lain dan dia memberi syarat supaya si penghutang memberinya manfaat
seperti menikahi anaknya, atau membeli barang darinya, atau menambah jumlah bayaran
dari utang pokok.
2.
Riba qordl (hutang)
Adalah riba
yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan
syarat keuntungan yang diambil dari orang berhutang atau meminjam.
3.
Riba Al Yadd (tangan)
Adalah jual
beli dengan mengakhirkan penyerahan kedua barang ganti atau salah satunya tanpa
menyebutkan waktunya.
4.
Riba An Nasi’ah
Adalah jual
beli dengan mengakhirkan tempo pembayaran. Riba jenis inilah yang terkenal di
zaman jahiliyah. Salah seorang dari mereka memberikan hartanya untuk orang lain
sampai waktu tertentu dengan syarat dia mengambil tambahan tertentu dalam
setiap bulannya sedangkan modalnya tetap dan jika sudah jatuh tempo ia akan
mengambil modalnya, dan jika dia belum mampu membayar, maka waktu dan bunganya
akan ditambah.
Riba dalam jenis transaksi ini
sangat jelas dan tidak perlu diterangkan sebab semua unsur dari Riba telah
terpenuhi semua seperti tambahan dari modal, dan tempo yang menyebabkan
tambahan. Dan menjadikan keuntungan (interest) sebagai syarat yang terkandung dalam
akad yaitu sebagai harta melahirkan harta karena adanya tempo dan tidak
lain adalagi yang lain.
UNTUK BAB SYIRKAH DAN LAINNYA SILAHKAN: DOWNLOAD DI SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar