Kamis, 11 Mei 2017

Tafsir surah al-A'la



Tafsir surah al-A'la

بسم الله الرحمن الرحيم
Surah ini adalah surah Makkiyah atau yang diturunkan ketika Rosulullah saw, berada di Makkah. Dinamakan Al-A’la oleh banyak ahli tafsir dan penyusun kitab, karena didalamnya disebutkan sifat keluhuran ALLAH Swt, yang tidak disebutkan dalam surah lainnya.[1]
Surat ini terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, dan diturunkan sesudah surat At Takwiir. Nama Al A´laa diambil dari kata Al A´laa yang terdapat pada ayat pertama, berarti Yang Paling Tinggi. Muslim meriwayatkan dalam kitab Al Jumu'ah, dan diriwayatkan pula oleh Ashhaabus Sunan, dari Nu'man ibnu Basyir bahwa Rasulullah s.a.w. pada shalat dua hari Raya (Fitri dan Adha) dan shalat Jum'at membaca surat Al A´laa pada rakaat pertama, dan surat Al Ghaasyiyah pada rakaat kedua.
Pokok-pokok isinya: Perintah Allah untuk bertasbih dengan menyebut nama-Nya. Nabi Muhammad s.a.w. sekali-kali tidak lupa pada ayat-ayat yang dibaca- kan kepadanya. Jalan-jalan yang menjadikan orang sukses hidup dunia dan akhirat. Allah Menciptakan, Menyempurnakan ciptaan-Nya, Menentukan kadar-kadar, Memberi petunjuk dan Melengkapi keperluan- keperluannya sehingga tercapai tujuannya.
Asbabun Nuzul
أخرج الطبراني عن ابن عباس قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أتاه جبريل بالوحي لم يفرغ جبريل من الوحي حتى يتكلم النبي صلى الله عليه وسلم بأوله مخافة ان ينساه أنزل الله سنقرئك فلا تنسى في إسناده جويبر ضعيف جدا (ك
Diriwayatkan dari Imam al-Thabrani dari Ibnu Abbas beliau berkata bahwa Nabi Saw, dulu ketika datang kepada beliau malaikat Jibril dengan membawa wahyu, malaikat Jibril tidak pernah selesai membaca wahyu sehingga Nabi Saw, di awal-awalnya karena khawatir akan lupa. Maka kemudian ALLAH Swt, Menurunkan ayat سنقرئك فلا تنسى. (al-Thabrani sebagaimana yang tercantum dalam kitab Lubab an-Nuzul karangan Imam Suyuthi juz. 1 hal. 210. Hadits ini didalamnya terdapat nama Jubair yang dinilai sangat dlo’if)
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى (1)
”Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi”
Penjelasan kalimat:
سبح اسم ربك    : sucikanlah Tuhanmu dari segala apa yang tidak pantas untuk-Nya. Dan janganlah menyebutkan nama-Nya kecuali dengan ke Agunan dan kebesaran-Nya. Sucikanlah nama Tuhanmu dari segala apa yang tidak pantas untuk-Nya, seperti adanya sekutu, anak, tandingan, atau yang menyerupai-Nya.[2]
الأعلى           : adalah salah satu dari nama-nama ALLAH Swt, mengandung arti keluhuran ALLAH Swt, dan Keluhuran melebihi segala sesuatu. Lafadz ini merupakan af’alut tafdil yang menunjukkan arti Keluhuran ALLAH Swt, dengan segala makna keluhuran baik dalam segi kekuasaan ataupun posisi. Dia Maha Luhur dengan Dzat-Nya sendiri.[3] Dari keluhuran ini maka wajib menyucikan ALLAH Swt, dari segala sesuatu yang bertentangan dengan Keluhuran-Nya tersebut. Ini merupakan perintah dari ALLAH Swt, kepada Rosulullah Muhammad dan kepada para ummatnya untuk mensucikan ALLAH Swt, dari segala yang tidak pantas untuk dinisbatkan pada-Nya.
Dari ayat ini munculnya perintah dari Rosulullah saw, untuk membacanya sebagai bacaan dalam sujud sebagaimana sabdanya ketika turun ayat ini:
اجعلوها فى سجودكم (رواه ابو داود)
“Jadikanlah ayat ini untuk sujud kalian” (HR. Abu Dawud)[4]
Menurut al-Hasan {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى} mengandung arti sholatlah dengan Keluhuran Tuhanmu, bukan seperti orang-orang musyrik yang sholat dengan bersiul dan tepuk tangan. Menurut pendapat lain adalah keraskan suaramu untuk mengingat Tuhanmu.[5]
الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى (2)
“Yang Menciptakan, dan Menyempurnakan (penciptaan-Nya)”
ALLAH Menjadikan manusia kemudian menyelaraskan anggota tubuhnya dengan menjadikannya saling memantaskan tanpa kekurangan.[6] Menurut al-Kalabi Dia Menciptakan segala sesuatu yang memiliki ruh dan kemudian menyelaraskan kedua tangan, kedua kaki, dan kedua matanya.[7] Kata-kata خلق memiliki arti menciptakan dari ketiadaan.
وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى (3)
“dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk”
 قَدَّرَ terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan oleh ulama tafsir. Menurut Imam Mujahid kata   قَدَّرَ berhubungan dengan celaka atau beruntung, sedangkan kata هدى berhubungan dengan petunjuk ataukah kesesatan, petunjuk ( هدى ) untuk manusia menurut Imam Mujahid adalah berkaitan dengan beruntung atau celakanya manusia, dan petunjuk bagi hewan adalah berkaitan dengan makanannya.[8] Sedangkan menurut Ibnu Athiyah kata قَدَّرَ  adalah penentuan ALLAH Swt, atas segala kemampuan, waktu, kadar, kebaikan, dan kesempurnaannya (makhluk).[9] Sedangkan dalam kitab al-Bahrul Madid disebutkan bahwa kata قَدَّرَ  mengandung arti takdir ALLAH Swt, Yang ditetapkan di zaman azal kemudian ALLAH Memberikannya petunjuk.[10] Dan dalam kitab al-Wajiz menerangkan bahwa kata قَدَّرَ  adalah mentakdirkan rizkinya kemudian ALLAH Swt, Memberikan petunjuk (هدى) agar ia mencarinya.[11] dalam sebuah hadits disebutkan:
عن عبدالله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه و سلم قال إن الله قدر مقادير الخلائق قبل أن يخلق السموات والأرض بخمسين ألف سنة
Dari Abdullah bin Amr dari Rosulullah Saw, beliau bersabda “ sesungguhnya ALLAH Swt, telah menetapkan takdir makhluk-makhluk-Nya, 50 ribu tahun sebelum Dia Menciptakan  langit dan bumi” (HR. Muslim, sebagaimana yang termaktub dalam tafsir Ibnu Katsir)
وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَى (4) فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى (5)
“dan Yang Menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman”
المرعى : menurut Ibnu Abbas sebagaimana yang tercantum dalam kitab Tafsir Siroj Al-Munir adalah rumput yang hijau.[12] Dalam kitab al-Wasith المرعى adalah nama tempat yang terdapat tumbuhan.[13] Lebih rinci lagi disebutkan oleh pengarang kitab al-Lubab bahwa المرعى adalah apa yang dikeluarkan oleh bumi dari jenis tanaman, buah-buahan, biji-bijian, dan rerumputan.[14] Dalam ayat ini ALLAH Menjelaskan bahwa ALLAH Swt, adalah Dzat Yang Menumbuhkan tanaman-tanaman.
Menurut Ibnu Abbas sebagaimana yang disebutkan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, ayat فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى ditafsirkan dengan هشيما متغيرا (pecah dan berubah dari awal tumbuh). Setelah ALLAH Swt, menumbuhkan rumput yang hijau kemudian menjadi kering. أحوى adalah hitam setelah hijau, hal ini karena rumput itu apabila kering ia akan menghitam.[15] Dalam kitab al-Wasith disebutkan bahwa warna itu adalah warna antara hitam dan hijau atau merah. Artinya sesungguhnya ALLAH Swt, Menumbuhkan tumbuhan yang hijau kemuadian Dia Menjadikannya hitam setelah hijau.[16]
سَنُقْرِئُكَ فَلا تَنْسَى (6) إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى (7)
“Kami akan Membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.”
سنقرئك فلا تنسى  : maksud dari ayat ini adalah al-Qur’an tidak akan kamu lupakan (wahai Muhammad) dengan seizing-Ku (ALLAH).[17] Maksudnya kecuali apa yang memang dikehendaki ALLAH Swt, agar Nabi Muhammad Saw, lupa pada ayat itu karena ayat itu dinasakh baik lafadz ataupun hukumnya. Sebelumnya Rosulullah Saw, mengeraskan bacaan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril as, dan membacanya dengan terburu-buru sebelum malaikat Jibril as, selesai membacakannya karena takut lupa. Maka seakan-akan ALLAH Swt, berkata pada Rosulullah Saw “janganlah kamu terburu-buru dengannya, karena sesungguhnya kamu tidak akan lupa, maka jangan persulit dirimu dengan mengeraskan bacaan itu”.[18]
فلا تنسى dari ayat ini ALLAH Swt, member kabar dan janji bahwa ALLAH Swt, akan membacakannya pada Rosulullah Saw dengan bacaan yang tidak akan terlupakan oleh Rosulullah Saw.[19]  ketidak lupaan ini adalah hidayah ALLAH Swt, yang diberikan khusus pada Rosulullah Saw.[20] ini merupakan janji dari ALLAH Swt, dengan pertologan-Nya Rosulullah tidak akan pernah lupa pada apa yang telah diwahyukan. Dalam kitab al-Tashil li Ulum al-Tanzil, dalam ayat ini terkandung nilai mukjizat karena Rosulullah Saw, adalah orang yang ummiy (tidak bisa membaca dan menulis) namun meski begitu apa yang dibacakan oleh Malaikat Jibril as, dari al-Qur’an beliau tidak akan pernah lupa.
إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى  : maksud dari ayat ini adalah bahwa ALLAH Swt mengtahui segala apa yang dilakukan oleh manusia secara terang-terangan ataupun samar, baik itu ucapan maupun perbuatan. Dari ayat ini Ibnu Abbas mengatakan bahwa ALLAH Swt, Mengetahui apa yang ada di hatimu dan dirimu, Muhammad bin Hatim mengatakan ALLAH Swt, Mengetahui shodaqoh yang kau tampakkan dan shodaqoh yang kau samarkan.[21] Dari ayat ini juga terdapat dua makna yaitu:
1.      ALLAH Swt, Mengetahui bacaan yang kamu keraskan (Muhammad) bersama bacaan malaikat Jibril dan Dia Mengetahui kesamaran yang ada dalam hatimu yaitu bahwa kamu takut lupa. Maka janganlah kamu takut (Muhammad) karena aku akan mencukupkanmu dari apa yang kamu takutkan terhadapnya.
2.    Kamu tidak akan lupa (Muhammad) kecuali apa yang ALLAH Kehendaki untuk dihilangkan. Karena sesungguhnya ALLAH lebih Mengetahui pada kemaslahatan hamba-Nya. Maka ALLAH akan menghapus sekiranya penghapusan itu adalah kemaslahatan.[22]

وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى (8)
“dan Kami akan Memberi kamu taufik ke jalan yang mudah”
Ibnu Abbas mengartikan ayat ini bahwa ALLAH Swt, Memudahkan untuk berbuat baik, menurut Ibnu Mas’ud yang dimaksud لِلْيُسْرَى adalah surga, dan ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah ALLAH Swt, Memberikan syari’at yang suci, toleran, dan mudah.[23] Menurut Imam Muqotil artinya adalah ALLAH Swti memberikan kemudahan beramal dengan amal ahli surga, ini adalah arti dari ucapan Ibnu Abbas dengan ‘berbuat baik’[24]
Dalam kitab Aysir al-Tafasir yang dimaksud dengan ayat ini adalah ALLAH Swt, Memberikan syari’at yang mudah yaitu Islam, atau ALLAH Swt, Memberikan jalan yang mudah dan tidak menyulitkan yang dibangun dengan asas ‘tidak ada kesulitan dalam agama’.[25] Atau artinya adalah syari’at yang diberikan ALLAH Swt, adalah syari’at yang mudah berdasar sabda Rosulullah Saw:
دين الله يسر
“Agama ALLAH itu mudah”
Artinya syari’at yang mudah tanpa menyulitkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al-Tashil. Senada dengan pendapat yang dikemukakan di atas, al-Imam Abil Fida’ Ibnu Katsir dalam kitabnya menafsirkan ayat ini dengan:
{ وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى } أي: نسهل عليك أفعال الخير وأقواله، ونشرع لك شرعا سهلا سمحا مستقيما عدلا لا اعوجاج فيه ولا حرج ولا عسر.
“Kami (ALLAH) Mudahkan atasmu (Muhammad) perbuatan-perbutan dan ucapan-ucapan yang baik, dan Kami syari’atkan padamu syari’at yang mudah, toleran, lurus, seimbang, dan tidak menyulitkan.”[26] Namun yang lebih utama dalam menafsirkan ayat ini adalah sebagaimana dalam kitab Fathul Qodir disebutkan bahwa:

نوفقك للطريقة اليسرى في الدين والدنيا في كل أمر من أمورهما التي تتوجه إليك
“Kami (ALLAH) Memeberikan pertolongan dengan jalan yang mudah dalam agama dan dalam urusan dunia dalam segala hal yang kamu hadapi (Muhammad)”[27]

فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى (9)
“oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat”
الذكر : yang dimaksud di sini menurut kitab Al-Tahrir wa al-Tanwir adalah memberikan nasehat dan I’tibar.
Yang dimaksud sebagaimana dalam kitab aysir al-tafasir adalah mengingatkan/memberi nasehat dengan al-Qur’an. Hal ini karena Rosulullah Saw, diperintahkan untuk menyampaikan risalah baik kepada orang yang beriman ataupun pada orang kafir. Dalam kitab al-Tashil menyebutkan bahwa ayat ini ditujukan untuk mencela orang kafir yang meskipun dinasehati tetap tidak akan bermanfaat. Dalam kitab Tafsir Muyassir disebutkan agar Rosulullah Saw, jangan memaksakan diri untuk mengingatkan orang yang tidak aka ada gunanya apabila diingatkan.
Dalam ayat ini mengandung perintah kepada Rosulullah untuk menasehati kaumnya. Al-Hasan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Yunus mengatakan tadzkiroh adalah untuk orang mukmin dan hujjah adalah untuk orang kafir. Dalam kitab at-Tahrir menyebutkan bahwa ayat ini jadi memiliki makna bahwa ALLAH Swt, Meberikan kemudahan dengan al-Qur’an sebagai pengingat.

سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى (10)
“orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran”
Dalam ayat ini sebagaimana dalam tafsir Ibnu Katsir adalah mengandung arti bahwa orang-orang yang takut kepada ALLAH Swt, akan mengambil nasehat dari apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam Aysir al-Tafasir menyebutkan bahwa orang yang takut pada siksa ALLAH Swt, akan mengambil pelajaran dan nasehat karena keimanannya dan pengetahuan terhadapnya. Dalam kitab tafsir al-Bahrul Muhith disebutkan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang takut (pada siksa ALLAH) di sini adalah para ulama dan orang-orang mukmin. Orang-orang yang takut kepada ALLAH Swt, akan merenungkannya (nasehat dengan al-Qur’an) dan kemudian mengetahui hakikatnya.[28]
Manusia dalam menerima janji/peringatan terbagi menjadi tiga, yang pertama adalah orang yang meyakininya dengan pasti, yang kedua adalah orang yang tidak mendustakan namun belum membenarkan (golongan orang yang ragu), yang ketiga adalah orang-orang yang menentang. Orang yang mengetahui ke  Maha Sempurnaan ALLAH, ke Maha Kuasaan ALLAH, ke Maha Pengetahuan ALLAH, dan ke Maha Bijaksanaan ALLAH, akan membenarkan dengan pasti peringatan itu.  Peringatan di sini adalah agar dapat bermanfaat sehingga memunculkan rasa takut di hati setiap orang, namun karena yang mengetahui isi hati itu hanya ALLAH Swt, maka tidak ada cara lain selain memberikan peringatan secara umum.[29] Barangkali yang dimaksud memberi peringatan secara umum ini adalah untuk Rosulullah Saw. Sedangkan bagi kita selaku ummat beliau, berdakwah hukumnya bukan fardlu ain, meski demikian hendaknya ada dalam satu daerah satu atau beberapa orang yang menjadi pemberi nasehat yang menguasai ilmu agama dengan baik. Ilmu agama yang wajib diketahui oleh orang Islam secara individual adalah ilmu yang berkaitan dengan akidah dan ilmu tentang apa yang harus dilakukannya sebagai seorang muslim, semisal ilmu tentang sholat.
وَيَتَجَنَّبُهَا الأَشْقَى (11) الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى (12) ثُمَّ لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَى (13)
“dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya, (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka), Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.”
أشقى : adalah orang yang menetapi dalam keingkarannya, tidak mau mendengar peringatan dan tidak ada gunanya memperingati mereka.[30] الشقي yang dimaksud di sini adalah dalam orang-orang yang celaka menurut keputusan ALLAH Swt.
ويتجنبها الأشقى  : orang-orang yang masuk golongan ini adalah mereka yang tidak mengindahkan peringatan dari Rosulullah Saw, tidak mau mendengar dan tidak ada gunanya memberitahu mereka.
 النَّارَ الْكُبْرَى  : yang dimaksud di sini adalah api neraka jahannam dinamakan dengan النَّارَ الْكُبْرَى  karena begitu sangat panas dan begitu menyakitkan.[31] Terdapat beberapa pendapat yang berkaitan dengan ayat ini. Menurut al-Hasan yang dimaksud dengan النَّارَ الْكُبْرَى adalah api neraka jahannam, dan النار الصغرى adalah api dunia.[32] Namun dalam kitab tafsir al-Mawardi terdapat dua pendapat mengenai tafsir ayat ini, yang pertama menurut Yahya bin Salam bahwa النَّارَ الْكُبْرَى adalah api neraka dan النار الصغرى adalah api dunia. Pendapat kedua dari al-Farra’ yang menyatakan bahwa الكبرى  adalah api neraka jahannam yang ada ditingkatan bawah yang diperuntukkan bagi orang-orang kafir dan الصغرى adalah api neraka jahannam ditingkatan atas yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berdosa (namun tidak kafir).[33] Ulama yang berpendapat bahwa النار الصغرى  merupakan api dunia, karena api dunia amatlah kecil dibandingkan api neraka. Sabda Rosulullah Saw:
«أن نار الدنيا جزء من سبعين جزءاً من نار الاخرة»
“Sesungguhnya api dunia adalah satu bagian dari 70 bagian api akhirat”

ثُمَّ لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَى  : maksudnya adalah mereka tidak mati di dalam neraka sehingga mereka bisa istirahat, dan tidak juga mereka hidup dengan kehidupan yang mereka nikmati.[34] Dalam tafsir al-Sa’diy disebutkan bahwa mereka disiksa dengan siksa yang sangat menyakitkan tanpa masa rehat ataupun istirahat sehingga mereka mengharapkan kematian namun tidak bisa.[35] Ahli neraka tidak hidup dengan kehidupan yang bermanfaat bahkan kehidupannya adalah kemudlorotan atasnya karena justru dengna kehidupan itu mereka merasakan siksa yang amat menyakitkan.[36] Dalam kitab mafatih al-Ghaib disebutkan bahwa mereka berandai-andai seandainya mereka kembali hidup untuk beramal sehingga mereka selamat dari neraka. (semoga ALLAH Swt, Menjadikan kita orang-orang yang dilindungi dari api neraka, amin ALLAHumma amin). Mereka ahli neraka sampai meminta kepada malaikat Malik agar dimatikan saja, namun malaikat Malik menjawab:
قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ
Menurut Ibnu Abbas مكث adalah diam seribu tahun. artinya mereka akan berada di neraka selamanya dan tidak bisa menjauh darinya. Masih dalam kitab yang sama dijelaskan yang kesimpulannya adalah bahwa ahli neraka yang dikehendaki oleh ALLAH Swt, untuk diberikan rahmat-Nya, maka ia akan dimatikan oleh ALLAH Swt, dan akan ada pemberi syafa’at atasnya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. (lebih lengkap lihat di Tafsir Ibnu Katsir juz 5 hal. 467)
dari tafsir tiga ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang celaka ( شقي ) tidak mengindahkan dan kufur terhadap peringatan Rosulullah Saw, mereka akan masuk neraka dalam keadaan tidak mati sehingga bisa istirahat dan tidak juga hidup sehingga bisa menikmati kehidupan mereka. (Tafsir al-Qusyairy: Juz 8 hal. 70)
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى (15)
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang”
أفلح  : beruntung dengan selamat dari neraka dan masuk surga.
من تزكى  : adalah orang yang bersuci dengan iman dan perbuatan baik, menghidari menyekutukan ALLAH Swt, dan bermaksiat padanya.
وذكر اسم ربه  : maksudnya adalah selalu menyebut nama Tuhannya dengan membaca tasbih, tahmid, tahlil, atau takbir dalam segala sisi kehidupannya, seperti ketika makan, ketika minum, ketika hendak tidur, ketika bangun tidur, ketika sholat, dan ketika selesai sholat.
فصلى : artinya sholat lima waktu dan sholat-sholat sunnah, baik itu rawatib atau lainnya.[37]
قد أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى  : ALLAH Swt, Memberi tahu dengan keberuntungan hambanya yang beriman dan menyucikan dirinya dengan iman dan amal sholih, dan menyebut nama Tuhannya dalam segala sisi kehidupannya baik ketika bangun tidur, ketika hendak berwudlu, selesai berwudlu, ketika sholat dan selesai sholat, ketika makan, ketika minum, ketika berpakaian, tidak pernah sepi dari menyebut nama ALLAH Swt, walaupun hanya sesaat. Kemudian melaksanakan sholat lima waktu dan sholat-sholat sunnah.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى  : benar-benar beruntunglah orang mensucikan jiwanya dari akhlak yang tercela dan mengingat ALLAH, berdo’a dan beramal dengan apa yang diridloi-Nya, dan mendirikan sholat pada waktunya. Mencari ridlo ALLAH Swt dengan mentaati syari’atnya.[38] Dalam tafsir Ibnu Katsir dituliskan:

عن جابر بن عبد الله، عن النبي صلى الله عليه وسلم: { قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى } قال: "من شهد أن لا إله إلا الله، وخلع الأنداد، وشهد أني رسول الله"، { وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى } قال: "هي الصلوات الخمس والمحافظة عليها والاهتمام بها".
Dari Jabir bin Abdullah dari Nabi Saw, beliau bersabda “{ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى } beliau bersabda “adalah orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain ALLAH, menghindari penyimpangan, dan bersaksi bahwa aku adalah utusan ALLAH.
{ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى } beliau bersabda “yaitu adalah sholat lima waktu, menjaga dan mempedulikannya (menganggapnya penting)”
Menurut Ibnu Abbas yang dimaksud pada ayat tersebut adalah sholat lima waktu, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.[39]
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17)
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”
تؤثرون : maksudnya adalah mendahulukan dan mementingkan dunia dari pada akhirat.
{بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا}: seakan ALLAH Berfirman “wahai sekalian manusia kalian lebih mengutamakan dunia daripada akhirat maka kalian bekerja untuk dunia dan melupakan akhirat sehingga kalian tidak mengutamakan sedikitpun terhadapnya”[40]
Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa khitob (objek) pada ayat ini adalah seluruh manusia.
وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17 : maksudnya adalah bahwa akhirat dengan segala kenikmatannya lebih baik dan lebih kekal dari pada dunia.[41]
Imam al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Roslullah Saw bersada:
" لا إله إلا الله تمنع العباد من سخط الله ما لم يؤثروا صفقة دنياهم على دينهم فإذا آثروا صفقة دنياهم ثم قالوا : لا إله إلا الله ردت عليها وقال الله كذبتم
لا إله إلا الله mencegah para hamba dari murka ALLAH selama mereka tidak memilih dunianya, maka apabila mereka memilih dunia kemudian mereka berkata لا إله إلا الله maka mereka akan dijawab dengan perkataan dari ALLAH kalian berbohong”
Dalam hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Musa al-Asy’ari:
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : " من أحب دنياه أضر بآخرته ومن أحب آخرته أضر بدنياه فآثروا ما يبقى على ما يفنى "
Sesungguhnya Rosulullah Saw, bersabda “barang siapa yang cinta dunia maka akan membahayakan pada akhiratnya, dan barang siapa yang mencintai akhiratnya maka akan berbahaya pada dunianya. Maka pilihlah sesuatu yang kekal dari pada sesuatu yang fana (binasa)”
Dalam hadits lain dari Imam al-Baihaqi lagi, diceritakan dari al-Hasan ra, beliau berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : " حب الدنيا رأس كل خطيئة "
Rosulullah Saw, bersabda “Cinta dunia adalah awal dari segala dosa”
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, pernah berkata:
الدنيا جيفة فمن أرادها فليصبر على مخالطة الكلاب
“Dunia adalah bangkai, barang siapa yang menghendakinya maka hendaknya bersabar untuk berteman dengan para anjing”
Pelajaran yang dapat kita ambil dari keterangan di atas bahwa mencintai dunia adalah hal yang tercela dan tidak ada dalil yang menunjukkan kemulyaan orang yang mengutamakan. Namun hal ini tidak menjadi dalil untuk menjauhi dunia semisal dengan mengasingkan diri ke dalam hutan melakukan ‘uzlah atau lainnya. Tidak mencintai bukan berarti membenci dan menjauhi 100%. ALLAH Swt, Berfirman dalam al-Qur’an:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ [ سورة الجمعة، الآية : 10 ]
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” (QS. Al- Jumu’ah: 10)
Dalam ayat ini manusia diperintah untuk mencari rizki (atau mencari dunia). Sebagaimana yang juga kita ketahui bahwa sahabat yang berjuluk dzunnurain yaitu sayyidina Utsman bin Affan adalah orang kaya namun pada suatu saat di masa paceklik beliau tidak menjual barang dagangan kepada shahabat lain dengan harga yang tinggi karena kelangkaan barang, justru sebaliknya beliau menyedekahkan seluruhnya dengan alasan balasan dari ALLAH Swt, lebih tinggi dari pada tawaran manusia, padahal sebelumnya ada yang menawar dagangan itu dengan harga tinggi kepada beliau. Celaan hanya ditimpakan pada mereka yang mencintai dunia.
Orang yang miskin belum tentu tidak mencintai dunia, dan orang kaya bukan berarti selalu mencintai dunia. Orang yang tidak mencintai dunia adalah mereka akan sadar bahwa segala apa yang ada pada mereka hanyalah titipan bukan milik yang harus ditangisi saat kehilangan, dan tidak pula kikir saat harus mengeluarkan zakat.
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ [ سورة الفرقان، الآية : 20 ]
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (QS. Al-Furqon: 20)
Dalam kitab al-Jawab al-Fa’iq li roddi al-Mubdal al-Khala’iq memberi komentar bahwa apabila para Nabi dan para Rosul masih mencari rizki, maka apalagi dengan ummatnya.
Mencari tidak berarti mencitai meski tidak mencintai dunia, namun setiap orang harus menjaga apa yang telah diberikan oleh ALLAH Swt, kepada dirinya.  Penjagaan ini perlu agar kita tidak teledor dalam menjaga barang milik kita.
Dalam Islam mencari dunia dan beramal untuk akhirat harus dilakukan dengan sepadan, tidak terlalu condong pada dunia hingga akan menimbulkan cinta dunia, namun tidak pula sok menjauhi dunia dengan hanya selalu beribadah. Dalam sebuah atsar disebutkan:
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً
“bekerjalah untuk duniamu seakan kau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan kau akan mati besok”
إِنَّ هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى (18) صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى (19)
“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa”
Maksudnya adalah bahwa firman ALLAH Swt, dari ayat قد أفلح من تزكى hingga ayat خير وأبقى telah terncantum dalam shuhuf Nabi Ibrahim as, dan Taurot Nabi Musa as.







[1][1] Al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz 30, hal. 271
[2][2] Aysir al-Tafasir li al-Kalam al-Aliy al-Kabir, Juz 5, Hal. 555
[3][3] Anwar al-Hilalain al-Ta’aqqubat ‘ala al-Jalalain, Juz 1, hal. 12
[4][4] Hadits Abu Dawud dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, hal. 466
[5][5] Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Juz 20, hal. 15
[6][6] Aysir al-Tafasir li al-Kalam al-Aliy al-Kabir. Juz 5 hal. 555
[7][7] Tafsir al-Baghowi, Juz 8 hal. 400
[8][8] Al-Lubab fi Ulum al-Kitab, juz 20 hal. 275
[9][9] Adlwa’ul Bayan fi Idloh al-Qur’an bi al-Qur’an, Juz. 28 hal. 12
[10][10] Al-Bahrul Madid, juz 8 hal. 437
[11][11] Al-Wajiz li al-Wahidi, Juz 1 hal. 1194
[12][12] Tafsir Siroj al-Munir, juz. 4 hal. 380
[13][13] Al-Wasith li Sayyid Thantowi, Juz 1, hal. 4487
[14][14] Al-Lubab fi Ulum al-Kitab, Juz 20, hal. 276
[15][15] Fathul Qadir, Juz 5, hal. 600
[16][16] Al-Tashil li Ulum al-Tanzil, juz 1, hal. 2596
[17][17] Aysir al-Tafasir, Juz 5, hal. 555
[18][18] Tafsir Jalalain, Juz 2 hal. 346
[19][19] Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5, hal. 467
[20][20] Aysir al-Tafasir, Juz 8, hal. 439
[21][21] Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz 20 hal.19
[22][22] Tafsir Fakhru al-Razi, Juz 1, hal. 4727
[23][23] Al-Jamil li Ahkam al-Qur’an, Juz. 20 hal. 19
[24][24] Tafsir al-Baghowi, Juz 8 hal. 401
[25][25] Aysir al-Tafasir, Juz. 5 hal. 557
[26][26] Tafsir Ibn al-Katsir, juz. 5 hal. 467
[27][27] Fathul Qodir, Juz 5 hal. 601
[28][28] Tafsir al-Baidlowi, juz 1 hal. 481
[29][29] Mafatihul Ghoib, juz 31, hal. 132
[30][30] Taysir al-Tafasir li al-Qaththan, juz. 3 hal. 427
[31][31] Tafsir al-Thabari. Juz 24 hal. 373
[32][32] Tafsir an-Naisaburi, Juz. 7 hal. 327
[33][33] Tafsir al-Mawardi, Juz. 6 hal. 254
[34][34] Tafsir al-Qusyairi, Juz 8 hal. 70
[35][35] Tafsir al-Sa’diy. Juz. 1 Hal. 920
[36][36] Tafsir Ibnu Katsir, Juz 8 hal. 380
[37][37] Aysir al-Tafasir, Juz 5 hal. 558
[38][38] Tafsir al-Muyassir, juz 10 hal. 453
[39][39] Tafsir Ibnu Katsir. Juz 8 hal. 381
[40][40] Aysir al-Tafasir Juz. 5 hal. 558
[41][41] Al-Mushaf al-Muyassir, juz 3 hal. 171

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penjelasan tentang birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua)

بسم الله الرحمن الرحيم { وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِن...