Tafsir
surah al-A'la
بسم الله الرحمن الرحيم
Surah ini adalah surah Makkiyah atau
yang diturunkan ketika Rosulullah saw, berada di Makkah. Dinamakan Al-A’la oleh
banyak ahli tafsir dan penyusun kitab, karena didalamnya disebutkan sifat
keluhuran ALLAH Swt, yang tidak disebutkan dalam surah lainnya.[1]
Surat ini terdiri atas 19 ayat,
termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, dan diturunkan sesudah surat At
Takwiir. Nama Al A´laa diambil dari kata Al A´laa yang terdapat
pada ayat pertama, berarti Yang Paling Tinggi. Muslim meriwayatkan dalam
kitab Al Jumu'ah, dan diriwayatkan pula oleh Ashhaabus Sunan, dari Nu'man ibnu
Basyir bahwa Rasulullah s.a.w. pada shalat dua hari Raya (Fitri dan Adha) dan
shalat Jum'at membaca surat Al A´laa pada rakaat pertama, dan surat Al
Ghaasyiyah pada rakaat kedua.
Pokok-pokok isinya: Perintah Allah
untuk bertasbih dengan menyebut nama-Nya. Nabi Muhammad s.a.w. sekali-kali
tidak lupa pada ayat-ayat yang dibaca- kan kepadanya. Jalan-jalan yang
menjadikan orang sukses hidup dunia dan akhirat. Allah Menciptakan,
Menyempurnakan ciptaan-Nya, Menentukan kadar-kadar, Memberi petunjuk dan
Melengkapi keperluan- keperluannya sehingga tercapai tujuannya.
Asbabun
Nuzul
أخرج الطبراني عن ابن عباس قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أتاه جبريل بالوحي لم يفرغ جبريل من الوحي حتى يتكلم النبي صلى الله عليه وسلم بأوله مخافة ان ينساه أنزل الله سنقرئك فلا تنسى في إسناده جويبر ضعيف جدا (ك
Diriwayatkan dari Imam al-Thabrani
dari Ibnu Abbas beliau berkata bahwa Nabi Saw, dulu ketika datang kepada beliau
malaikat Jibril dengan membawa wahyu, malaikat Jibril tidak pernah selesai
membaca wahyu sehingga Nabi Saw, di awal-awalnya karena khawatir akan lupa.
Maka kemudian ALLAH Swt, Menurunkan ayat سنقرئك فلا تنسى. (al-Thabrani sebagaimana yang
tercantum dalam kitab Lubab an-Nuzul karangan Imam Suyuthi juz. 1 hal. 210.
Hadits ini didalamnya terdapat nama Jubair yang dinilai sangat dlo’if)
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى (1)
”Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi”
Penjelasan kalimat:
سبح
اسم ربك : sucikanlah Tuhanmu dari segala apa
yang tidak pantas untuk-Nya. Dan janganlah menyebutkan nama-Nya kecuali dengan
ke Agunan dan kebesaran-Nya. Sucikanlah nama Tuhanmu dari segala apa yang tidak
pantas untuk-Nya, seperti adanya sekutu, anak, tandingan, atau yang
menyerupai-Nya.[2]
الأعلى : adalah salah satu dari nama-nama
ALLAH Swt, mengandung arti keluhuran ALLAH Swt, dan Keluhuran melebihi segala
sesuatu. Lafadz ini merupakan af’alut tafdil yang menunjukkan arti Keluhuran
ALLAH Swt, dengan segala makna keluhuran baik dalam segi kekuasaan ataupun
posisi. Dia Maha Luhur dengan Dzat-Nya sendiri.[3]
Dari keluhuran ini maka wajib menyucikan ALLAH Swt, dari segala sesuatu yang
bertentangan dengan Keluhuran-Nya tersebut. Ini merupakan perintah dari ALLAH
Swt, kepada Rosulullah Muhammad dan kepada para ummatnya untuk mensucikan ALLAH
Swt, dari segala yang tidak pantas untuk dinisbatkan pada-Nya.
Dari ayat ini munculnya perintah
dari Rosulullah saw, untuk membacanya sebagai bacaan dalam sujud sebagaimana
sabdanya ketika turun ayat ini:
اجعلوها
فى سجودكم (رواه ابو داود)
“Jadikanlah ayat ini untuk sujud kalian” (HR. Abu Dawud)[4]
Menurut al-Hasan {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ
الْأَعْلَى} mengandung arti sholatlah dengan Keluhuran Tuhanmu, bukan
seperti orang-orang musyrik yang sholat dengan bersiul dan tepuk tangan.
Menurut pendapat lain adalah keraskan suaramu untuk mengingat Tuhanmu.[5]
الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى (2)
“Yang Menciptakan, dan Menyempurnakan (penciptaan-Nya)”
ALLAH Menjadikan
manusia kemudian menyelaraskan anggota tubuhnya dengan menjadikannya saling
memantaskan tanpa kekurangan.[6] Menurut al-Kalabi
Dia Menciptakan segala sesuatu yang memiliki ruh dan kemudian menyelaraskan
kedua tangan, kedua kaki, dan kedua matanya.[7]
Kata-kata خلق memiliki arti menciptakan dari
ketiadaan.
وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى (3)
“dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi
petunjuk”
قَدَّرَ terdapat beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh ulama tafsir. Menurut Imam Mujahid kata قَدَّرَ berhubungan dengan celaka atau
beruntung, sedangkan kata هدى berhubungan dengan petunjuk ataukah kesesatan,
petunjuk ( هدى ) untuk manusia menurut Imam Mujahid adalah
berkaitan dengan beruntung atau celakanya manusia, dan petunjuk bagi hewan
adalah berkaitan dengan makanannya.[8] Sedangkan menurut Ibnu Athiyah kata قَدَّرَ adalah penentuan ALLAH Swt, atas segala kemampuan,
waktu, kadar, kebaikan, dan kesempurnaannya (makhluk).[9] Sedangkan dalam kitab al-Bahrul Madid disebutkan
bahwa kata قَدَّرَ
mengandung
arti takdir ALLAH Swt, Yang ditetapkan di zaman azal kemudian ALLAH
Memberikannya petunjuk.[10] Dan dalam kitab al-Wajiz menerangkan bahwa kata قَدَّرَ adalah mentakdirkan rizkinya kemudian ALLAH Swt,
Memberikan petunjuk (هدى) agar ia
mencarinya.[11] dalam sebuah hadits disebutkan:
عن عبدالله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه و سلم قال إن الله
قدر مقادير الخلائق قبل أن يخلق السموات والأرض بخمسين ألف سنة
Dari Abdullah bin Amr
dari Rosulullah Saw, beliau bersabda “ sesungguhnya ALLAH Swt, telah menetapkan
takdir makhluk-makhluk-Nya, 50 ribu tahun sebelum Dia Menciptakan langit dan bumi” (HR. Muslim, sebagaimana
yang termaktub dalam tafsir Ibnu Katsir)
وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَى (4) فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى (5)
“dan Yang Menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya
rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman”
المرعى : menurut Ibnu Abbas sebagaimana yang tercantum dalam kitab Tafsir
Siroj Al-Munir adalah rumput yang hijau.[12] Dalam kitab al-Wasith المرعى adalah nama tempat yang terdapat tumbuhan.[13] Lebih rinci lagi disebutkan
oleh pengarang kitab al-Lubab bahwa المرعى adalah apa yang dikeluarkan oleh bumi dari jenis tanaman,
buah-buahan, biji-bijian, dan rerumputan.[14] Dalam ayat ini ALLAH
Menjelaskan bahwa ALLAH Swt, adalah Dzat Yang Menumbuhkan tanaman-tanaman.
Menurut Ibnu
Abbas sebagaimana yang disebutkan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, ayat فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى ditafsirkan dengan هشيما متغيرا (pecah dan berubah dari awal tumbuh). Setelah ALLAH Swt, menumbuhkan rumput yang
hijau kemudian menjadi kering. أحوى adalah hitam setelah hijau, hal ini
karena rumput itu apabila kering ia akan menghitam.[15] Dalam kitab al-Wasith disebutkan bahwa
warna itu adalah warna antara hitam dan hijau atau merah. Artinya sesungguhnya
ALLAH Swt, Menumbuhkan tumbuhan yang hijau kemuadian Dia Menjadikannya hitam
setelah hijau.[16]
سَنُقْرِئُكَ فَلا تَنْسَى
(6) إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى (7)
“Kami akan Membacakan (Al Quran)
kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki.
Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.”
سنقرئك
فلا تنسى :
maksud
dari ayat ini adalah al-Qur’an tidak akan kamu lupakan (wahai Muhammad) dengan
seizing-Ku (ALLAH).[17] Maksudnya kecuali apa yang memang
dikehendaki ALLAH Swt, agar Nabi Muhammad Saw, lupa pada ayat itu karena ayat
itu dinasakh baik lafadz ataupun hukumnya. Sebelumnya Rosulullah Saw,
mengeraskan bacaan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril as, dan membacanya
dengan terburu-buru sebelum malaikat Jibril as, selesai membacakannya karena
takut lupa. Maka seakan-akan ALLAH Swt, berkata pada Rosulullah Saw “janganlah
kamu terburu-buru dengannya, karena sesungguhnya kamu tidak akan lupa, maka
jangan persulit dirimu dengan mengeraskan bacaan itu”.[18]
فلا
تنسى dari
ayat ini ALLAH Swt, member kabar dan janji bahwa ALLAH Swt, akan membacakannya
pada Rosulullah Saw dengan bacaan yang tidak akan terlupakan oleh Rosulullah
Saw.[19] ketidak
lupaan ini adalah hidayah ALLAH Swt, yang diberikan khusus pada Rosulullah Saw.[20] ini merupakan janji dari ALLAH Swt,
dengan pertologan-Nya Rosulullah tidak akan pernah lupa pada apa yang telah
diwahyukan. Dalam kitab al-Tashil li
Ulum al-Tanzil, dalam ayat ini terkandung nilai mukjizat karena Rosulullah Saw,
adalah orang yang ummiy (tidak bisa membaca dan menulis) namun meski begitu apa
yang dibacakan oleh Malaikat Jibril as, dari al-Qur’an beliau tidak akan pernah
lupa.
إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى : maksud
dari ayat ini adalah bahwa ALLAH Swt mengtahui segala apa yang dilakukan oleh
manusia secara terang-terangan ataupun samar, baik itu ucapan maupun perbuatan.
Dari ayat ini Ibnu Abbas mengatakan bahwa ALLAH Swt, Mengetahui apa yang ada di
hatimu dan dirimu, Muhammad bin Hatim mengatakan ALLAH Swt, Mengetahui shodaqoh
yang kau tampakkan dan shodaqoh yang kau samarkan.[21] Dari
ayat ini juga terdapat dua makna yaitu:
1. ALLAH
Swt, Mengetahui bacaan yang kamu keraskan (Muhammad) bersama bacaan malaikat
Jibril dan Dia Mengetahui kesamaran yang ada dalam hatimu yaitu bahwa kamu
takut lupa. Maka janganlah kamu takut (Muhammad) karena aku akan mencukupkanmu
dari apa yang kamu takutkan terhadapnya.
2. Kamu tidak
akan lupa (Muhammad) kecuali apa yang ALLAH Kehendaki untuk dihilangkan. Karena
sesungguhnya ALLAH lebih Mengetahui pada kemaslahatan hamba-Nya. Maka ALLAH
akan menghapus sekiranya penghapusan itu adalah kemaslahatan.[22]
وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى (8)
“dan Kami akan Memberi kamu taufik ke
jalan yang mudah”
Ibnu
Abbas mengartikan ayat ini bahwa ALLAH Swt, Memudahkan untuk berbuat baik,
menurut Ibnu Mas’ud yang dimaksud لِلْيُسْرَى adalah surga, dan ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan ayat ini adalah ALLAH Swt, Memberikan syari’at yang suci, toleran, dan
mudah.[23] Menurut Imam Muqotil
artinya adalah ALLAH Swti memberikan kemudahan beramal dengan amal ahli surga,
ini adalah arti dari ucapan Ibnu Abbas dengan ‘berbuat baik’[24]
Dalam
kitab Aysir al-Tafasir yang dimaksud dengan ayat ini adalah ALLAH Swt,
Memberikan syari’at yang mudah yaitu Islam, atau ALLAH Swt, Memberikan jalan
yang mudah dan tidak menyulitkan yang dibangun dengan asas ‘tidak ada kesulitan
dalam agama’.[25] Atau
artinya adalah syari’at yang diberikan ALLAH Swt, adalah syari’at yang mudah
berdasar sabda Rosulullah Saw:
دين الله يسر
“Agama ALLAH itu mudah”
Artinya syari’at yang mudah
tanpa menyulitkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al-Tashil. Senada dengan
pendapat yang dikemukakan di atas, al-Imam Abil Fida’ Ibnu Katsir dalam
kitabnya menafsirkan ayat ini dengan:
{
وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى } أي: نسهل عليك أفعال الخير وأقواله، ونشرع لك شرعا
سهلا سمحا مستقيما عدلا لا اعوجاج فيه ولا حرج ولا عسر.
“Kami (ALLAH) Mudahkan
atasmu (Muhammad) perbuatan-perbutan dan ucapan-ucapan yang baik, dan Kami
syari’atkan padamu syari’at yang mudah, toleran, lurus, seimbang, dan tidak
menyulitkan.”[26] Namun yang lebih utama
dalam menafsirkan ayat ini adalah sebagaimana dalam kitab Fathul Qodir
disebutkan bahwa:
نوفقك للطريقة اليسرى في
الدين والدنيا في كل أمر من أمورهما التي تتوجه إليك
“Kami
(ALLAH) Memeberikan pertolongan dengan jalan yang mudah dalam agama dan dalam
urusan dunia dalam segala hal yang kamu hadapi (Muhammad)”[27]
فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى (9)
“oleh sebab itu berikanlah peringatan
karena peringatan itu bermanfaat”
الذكر : yang dimaksud di sini menurut kitab Al-Tahrir wa al-Tanwir adalah
memberikan nasehat dan I’tibar.
Yang dimaksud
sebagaimana dalam kitab aysir al-tafasir adalah mengingatkan/memberi nasehat
dengan al-Qur’an. Hal ini karena Rosulullah Saw, diperintahkan untuk
menyampaikan risalah baik kepada orang yang beriman ataupun pada orang kafir.
Dalam kitab al-Tashil menyebutkan bahwa ayat ini ditujukan untuk mencela orang
kafir yang meskipun dinasehati tetap tidak akan bermanfaat. Dalam kitab Tafsir
Muyassir disebutkan agar Rosulullah Saw, jangan memaksakan diri untuk
mengingatkan orang yang tidak aka ada gunanya apabila diingatkan.
Dalam ayat ini
mengandung perintah kepada Rosulullah untuk menasehati kaumnya. Al-Hasan
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Yunus mengatakan tadzkiroh adalah untuk
orang mukmin dan hujjah adalah untuk orang kafir. Dalam kitab at-Tahrir
menyebutkan bahwa ayat ini jadi memiliki makna bahwa ALLAH Swt, Meberikan
kemudahan dengan al-Qur’an sebagai pengingat.
سَيَذَّكَّرُ مَنْ
يَخْشَى (10)
“orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran”
Dalam ayat ini sebagaimana dalam tafsir Ibnu
Katsir adalah mengandung arti bahwa orang-orang yang takut kepada ALLAH Swt,
akan mengambil nasehat dari apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam
Aysir al-Tafasir menyebutkan bahwa orang yang takut pada siksa ALLAH Swt, akan
mengambil pelajaran dan nasehat karena keimanannya dan pengetahuan terhadapnya.
Dalam kitab tafsir al-Bahrul Muhith disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
orang-orang yang takut (pada siksa ALLAH) di sini adalah para ulama dan
orang-orang mukmin. Orang-orang yang takut kepada ALLAH Swt, akan merenungkannya
(nasehat dengan al-Qur’an) dan kemudian mengetahui hakikatnya.[28]
Manusia dalam
menerima janji/peringatan terbagi menjadi tiga, yang pertama adalah orang yang
meyakininya dengan pasti, yang kedua adalah orang yang tidak mendustakan namun
belum membenarkan (golongan orang yang ragu), yang ketiga adalah orang-orang
yang menentang. Orang yang mengetahui ke
Maha Sempurnaan ALLAH, ke Maha Kuasaan ALLAH, ke Maha Pengetahuan ALLAH,
dan ke Maha Bijaksanaan ALLAH, akan membenarkan dengan pasti peringatan itu. Peringatan di sini adalah agar dapat
bermanfaat sehingga memunculkan rasa takut di hati setiap orang, namun karena
yang mengetahui isi hati itu hanya ALLAH Swt, maka tidak ada cara lain selain
memberikan peringatan secara umum.[29]
Barangkali yang dimaksud memberi peringatan secara umum ini adalah untuk
Rosulullah Saw. Sedangkan bagi kita selaku ummat beliau, berdakwah hukumnya
bukan fardlu ain, meski demikian hendaknya ada dalam satu daerah satu atau
beberapa orang yang menjadi pemberi nasehat yang menguasai ilmu agama dengan
baik. Ilmu agama yang wajib diketahui oleh orang Islam secara individual adalah
ilmu yang berkaitan dengan akidah dan ilmu tentang apa yang harus dilakukannya
sebagai seorang muslim, semisal ilmu tentang sholat.
وَيَتَجَنَّبُهَا الأَشْقَى (11) الَّذِي يَصْلَى النَّارَ
الْكُبْرَى (12) ثُمَّ لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَى (13)
“dan
orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya, (Yaitu) orang yang akan
memasuki api yang besar (neraka), Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan
tidak (pula) hidup.”
أشقى
:
adalah
orang yang menetapi dalam keingkarannya, tidak mau mendengar peringatan dan
tidak ada gunanya memperingati mereka.[30] الشقي yang dimaksud di sini
adalah dalam orang-orang yang celaka menurut keputusan ALLAH Swt.
ويتجنبها
الأشقى :
orang-orang
yang masuk golongan ini adalah mereka yang tidak mengindahkan peringatan dari
Rosulullah Saw, tidak mau mendengar dan tidak ada gunanya memberitahu mereka.
النَّارَ الْكُبْرَى : yang dimaksud di sini adalah api
neraka jahannam dinamakan dengan النَّارَ الْكُبْرَى karena begitu sangat panas dan begitu
menyakitkan.[31] Terdapat
beberapa pendapat yang berkaitan dengan ayat ini. Menurut al-Hasan yang
dimaksud dengan النَّارَ الْكُبْرَى adalah api neraka jahannam, dan النار الصغرى adalah api dunia.[32] Namun dalam kitab tafsir al-Mawardi
terdapat dua pendapat mengenai tafsir ayat ini, yang pertama menurut Yahya bin
Salam bahwa النَّارَ
الْكُبْرَى adalah api neraka dan النار الصغرى adalah
api dunia. Pendapat kedua dari al-Farra’ yang menyatakan bahwa الكبرى adalah api neraka jahannam yang ada
ditingkatan bawah yang diperuntukkan bagi orang-orang kafir dan الصغرى adalah api neraka
jahannam ditingkatan atas yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berdosa
(namun tidak kafir).[33] Ulama yang berpendapat bahwa النار الصغرى merupakan api dunia, karena api dunia
amatlah kecil dibandingkan api neraka. Sabda Rosulullah Saw:
«أن نار الدنيا جزء من سبعين جزءاً من نار الاخرة»
“Sesungguhnya api dunia adalah satu
bagian dari 70 bagian api akhirat”
ثُمَّ
لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَى :
maksudnya adalah mereka tidak mati di dalam neraka sehingga mereka bisa
istirahat, dan tidak juga mereka hidup dengan kehidupan yang mereka nikmati.[34] Dalam tafsir al-Sa’diy disebutkan bahwa
mereka disiksa dengan siksa yang sangat menyakitkan tanpa masa rehat ataupun
istirahat sehingga mereka mengharapkan kematian namun tidak bisa.[35] Ahli neraka tidak hidup dengan
kehidupan yang bermanfaat bahkan kehidupannya adalah kemudlorotan atasnya
karena justru dengna kehidupan itu mereka merasakan siksa yang amat
menyakitkan.[36] Dalam kitab mafatih al-Ghaib disebutkan
bahwa mereka berandai-andai seandainya mereka kembali hidup untuk beramal
sehingga mereka selamat dari neraka. (semoga ALLAH Swt, Menjadikan kita
orang-orang yang dilindungi dari api neraka, amin ALLAHumma amin). Mereka ahli
neraka sampai meminta kepada malaikat Malik agar dimatikan saja, namun malaikat
Malik menjawab:
قَالَ
إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ
Menurut
Ibnu Abbas مكث adalah diam seribu tahun. artinya
mereka akan berada di neraka selamanya dan tidak bisa menjauh darinya. Masih
dalam kitab yang sama dijelaskan yang kesimpulannya adalah bahwa ahli neraka
yang dikehendaki oleh ALLAH Swt, untuk diberikan rahmat-Nya, maka ia akan
dimatikan oleh ALLAH Swt, dan akan ada pemberi syafa’at atasnya. Sebagaimana
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. (lebih lengkap lihat di Tafsir Ibnu
Katsir juz 5 hal. 467)
dari
tafsir tiga ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang celaka ( شقي ) tidak mengindahkan dan kufur terhadap
peringatan Rosulullah Saw, mereka akan masuk neraka dalam keadaan tidak mati
sehingga bisa istirahat dan tidak juga hidup sehingga bisa menikmati kehidupan
mereka. (Tafsir al-Qusyairy: Juz 8 hal. 70)
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
(15)
“Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia sembahyang”
أفلح
:
beruntung
dengan selamat dari neraka dan masuk surga.
من
تزكى :
adalah
orang yang bersuci dengan iman dan perbuatan baik, menghidari menyekutukan
ALLAH Swt, dan bermaksiat padanya.
وذكر
اسم ربه :
maksudnya
adalah selalu menyebut nama Tuhannya dengan membaca tasbih, tahmid, tahlil,
atau takbir dalam segala sisi kehidupannya, seperti ketika makan, ketika minum,
ketika hendak tidur, ketika bangun tidur, ketika sholat, dan ketika selesai
sholat.
قد
أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى :
ALLAH
Swt, Memberi tahu dengan keberuntungan hambanya yang beriman dan menyucikan
dirinya dengan iman dan amal sholih, dan menyebut nama Tuhannya dalam segala
sisi kehidupannya baik ketika bangun tidur, ketika hendak berwudlu, selesai
berwudlu, ketika sholat dan selesai sholat, ketika makan, ketika minum, ketika
berpakaian, tidak pernah sepi dari menyebut nama ALLAH Swt, walaupun hanya
sesaat. Kemudian melaksanakan sholat lima waktu dan sholat-sholat sunnah.
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى : benar-benar
beruntunglah orang mensucikan jiwanya dari akhlak yang tercela dan mengingat
ALLAH, berdo’a dan beramal dengan apa yang diridloi-Nya, dan mendirikan sholat
pada waktunya. Mencari ridlo ALLAH Swt dengan mentaati syari’atnya.[38]
Dalam tafsir Ibnu Katsir dituliskan:
عن جابر بن عبد الله، عن النبي صلى الله
عليه وسلم: { قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى } قال: "من شهد أن لا إله إلا
الله، وخلع الأنداد، وشهد أني رسول الله"، { وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
} قال: "هي الصلوات الخمس والمحافظة عليها والاهتمام بها".
Dari
Jabir bin Abdullah dari Nabi Saw, beliau bersabda “{ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى } beliau
bersabda “adalah orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain ALLAH,
menghindari penyimpangan, dan bersaksi bahwa aku adalah utusan ALLAH.
{
وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى } beliau bersabda “yaitu adalah sholat
lima waktu, menjaga dan mempedulikannya (menganggapnya penting)”
Menurut
Ibnu Abbas yang dimaksud pada ayat tersebut adalah sholat lima waktu, dan
pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.[39]
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ
وَأَبْقَى (17)
“Tetapi
kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, Sedang kehidupan akhirat
adalah lebih baik dan lebih kekal”
تؤثرون
:
maksudnya adalah mendahulukan dan mementingkan dunia dari pada akhirat.
{بَلْ
تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا}: seakan ALLAH Berfirman “wahai sekalian
manusia kalian lebih mengutamakan dunia daripada akhirat maka kalian bekerja
untuk dunia dan melupakan akhirat sehingga kalian tidak mengutamakan sedikitpun
terhadapnya”[40]
Di
antara ulama ada yang berpendapat bahwa khitob (objek) pada ayat ini adalah
seluruh manusia.
وَالآخِرَةُ
خَيْرٌ وَأَبْقَى (17 : maksudnya adalah bahwa akhirat dengan
segala kenikmatannya lebih baik dan lebih kekal dari pada dunia.[41]
Imam
al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Roslullah Saw
bersada:
" لا إله إلا الله تمنع العباد من سخط
الله ما لم يؤثروا صفقة دنياهم على دينهم فإذا آثروا صفقة دنياهم ثم قالوا : لا
إله إلا الله ردت عليها وقال الله كذبتم
“
“لا إله إلا الله mencegah
para hamba dari murka ALLAH selama mereka tidak memilih dunianya, maka apabila
mereka memilih dunia kemudian mereka berkata لا إله إلا الله maka
mereka akan dijawab dengan perkataan dari ALLAH kalian berbohong”
Dalam
hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Musa al-Asy’ari:
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال :
" من أحب دنياه أضر بآخرته ومن أحب آخرته أضر بدنياه فآثروا ما يبقى على ما
يفنى "
Sesungguhnya
Rosulullah Saw, bersabda “barang siapa yang cinta dunia maka akan membahayakan
pada akhiratnya, dan barang siapa yang mencintai akhiratnya maka akan berbahaya
pada dunianya. Maka pilihlah sesuatu yang kekal dari pada sesuatu yang fana
(binasa)”
Dalam
hadits lain dari Imam al-Baihaqi lagi, diceritakan dari al-Hasan ra, beliau
berkata:
قال
رسول الله صلى الله عليه و سلم : " حب الدنيا رأس كل خطيئة "
Rosulullah Saw, bersabda “Cinta dunia adalah awal dari
segala dosa”
Sayyidina
Ali bin Abi Thalib ra, pernah berkata:
الدنيا
جيفة فمن أرادها فليصبر على مخالطة الكلاب
“Dunia adalah bangkai, barang siapa yang
menghendakinya maka hendaknya bersabar untuk berteman dengan para anjing”
Pelajaran yang dapat kita ambil dari
keterangan di atas bahwa mencintai dunia adalah hal yang tercela dan tidak ada
dalil yang menunjukkan kemulyaan orang yang mengutamakan. Namun hal ini tidak
menjadi dalil untuk menjauhi dunia semisal dengan mengasingkan diri ke dalam
hutan melakukan ‘uzlah atau lainnya. Tidak mencintai bukan berarti membenci dan
menjauhi 100%. ALLAH Swt, Berfirman dalam al-Qur’an:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ
فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ [ سورة الجمعة،
الآية : 10 ]
“Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah” (QS. Al- Jumu’ah: 10)
Dalam
ayat ini manusia diperintah untuk mencari rizki (atau mencari dunia).
Sebagaimana yang juga kita ketahui bahwa sahabat yang berjuluk dzunnurain yaitu
sayyidina Utsman bin Affan adalah orang kaya namun pada suatu saat di masa
paceklik beliau tidak menjual barang dagangan kepada shahabat lain dengan harga
yang tinggi karena kelangkaan barang, justru sebaliknya beliau menyedekahkan
seluruhnya dengan alasan balasan dari ALLAH Swt, lebih tinggi dari pada tawaran
manusia, padahal sebelumnya ada yang menawar dagangan itu dengan harga tinggi
kepada beliau. Celaan hanya ditimpakan pada mereka yang mencintai dunia.
Orang
yang miskin belum tentu tidak mencintai dunia, dan orang kaya bukan berarti
selalu mencintai dunia. Orang yang tidak mencintai dunia adalah mereka akan
sadar bahwa segala apa yang ada pada mereka hanyalah titipan bukan milik yang
harus ditangisi saat kehilangan, dan tidak pula kikir saat harus mengeluarkan
zakat.
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ
مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي
الْأَسْوَاقِ [ سورة الفرقان، الآية : 20 ]
“Dan
Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan
makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (QS. Al-Furqon: 20)
Dalam
kitab al-Jawab al-Fa’iq li roddi al-Mubdal al-Khala’iq memberi komentar bahwa
apabila para Nabi dan para Rosul masih mencari rizki, maka apalagi dengan
ummatnya.
Mencari
tidak berarti mencitai meski tidak mencintai dunia, namun setiap orang harus
menjaga apa yang telah diberikan oleh ALLAH Swt, kepada dirinya. Penjagaan ini perlu agar kita tidak teledor
dalam menjaga barang milik kita.
Dalam
Islam mencari dunia dan beramal untuk akhirat harus dilakukan dengan sepadan,
tidak terlalu condong pada dunia hingga akan menimbulkan cinta dunia, namun
tidak pula sok menjauhi dunia dengan hanya selalu beribadah. Dalam sebuah atsar
disebutkan:
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً
“bekerjalah untuk duniamu
seakan kau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan kau akan
mati besok”
إِنَّ هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى (18) صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى (19)
“Sesungguhnya
ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab
Ibrahim dan Musa”
Maksudnya adalah bahwa firman ALLAH
Swt, dari ayat قد أفلح من تزكى hingga ayat خير وأبقى telah terncantum
dalam shuhuf Nabi Ibrahim as, dan Taurot Nabi Musa as.
[1][1]
Al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz 30, hal. 271
[2][2]
Aysir al-Tafasir li al-Kalam al-Aliy al-Kabir, Juz 5, Hal. 555
[3][3]
Anwar al-Hilalain al-Ta’aqqubat ‘ala al-Jalalain, Juz 1, hal. 12
[4][4]
Hadits Abu Dawud dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, hal. 466
[5][5]
Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Juz 20, hal. 15
[6][6]
Aysir al-Tafasir li al-Kalam al-Aliy al-Kabir. Juz 5 hal. 555
[7][7]
Tafsir al-Baghowi, Juz 8 hal. 400
[8][8]
Al-Lubab fi Ulum al-Kitab, juz 20 hal. 275
[9][9]
Adlwa’ul Bayan fi Idloh al-Qur’an bi al-Qur’an, Juz. 28 hal. 12
[10][10]
Al-Bahrul Madid, juz 8 hal. 437
[11][11]
Al-Wajiz li al-Wahidi, Juz 1 hal. 1194
[12][12]
Tafsir Siroj al-Munir, juz. 4 hal. 380
[13][13]
Al-Wasith li Sayyid Thantowi, Juz 1, hal. 4487
[14][14]
Al-Lubab fi Ulum al-Kitab, Juz 20, hal. 276
[15][15]
Fathul Qadir, Juz 5, hal. 600
[16][16]
Al-Tashil li Ulum al-Tanzil, juz 1, hal. 2596
[17][17]
Aysir al-Tafasir, Juz 5, hal. 555
[18][18]
Tafsir Jalalain, Juz 2 hal. 346
[19][19]
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5, hal. 467
[20][20]
Aysir al-Tafasir, Juz 8, hal. 439
[21][21]
Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz 20 hal.19
[22][22]
Tafsir Fakhru al-Razi, Juz 1, hal. 4727
[23][23]
Al-Jamil li Ahkam al-Qur’an, Juz. 20 hal. 19
[24][24]
Tafsir al-Baghowi, Juz 8 hal. 401
[25][25]
Aysir al-Tafasir, Juz. 5 hal. 557
[26][26]
Tafsir Ibn al-Katsir, juz. 5 hal. 467
[27][27]
Fathul Qodir, Juz 5 hal. 601
[28][28]
Tafsir al-Baidlowi, juz 1 hal. 481
[29][29]
Mafatihul Ghoib, juz 31, hal. 132
[30][30]
Taysir al-Tafasir li al-Qaththan, juz. 3 hal. 427
[31][31]
Tafsir al-Thabari. Juz 24 hal. 373
[32][32]
Tafsir an-Naisaburi, Juz. 7 hal. 327
[33][33]
Tafsir al-Mawardi, Juz. 6 hal. 254
[34][34]
Tafsir al-Qusyairi, Juz 8 hal. 70
[35][35]
Tafsir al-Sa’diy. Juz. 1 Hal. 920
[36][36]
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 8 hal. 380
[37][37]
Aysir al-Tafasir, Juz 5 hal. 558
[38][38]
Tafsir al-Muyassir, juz 10 hal. 453
[39][39]
Tafsir Ibnu Katsir. Juz 8 hal. 381
[40][40]
Aysir al-Tafasir Juz. 5 hal. 558
[41][41]
Al-Mushaf al-Muyassir, juz 3 hal. 171
Tidak ada komentar:
Posting Komentar